BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai seorang
cendekiawan, Gus Dur merupakan tokoh Muslim yang penuh talenta. Pembahasannya
tentang Islam selalu mampu menerobos wilayah-wilayah yang sering tidak
terpikirkan oleh para ulama pada umumnya. Idenya yang amat dikenal adalah pribumisasi Islam dalam
konteks lokal yang telah lama dikumandangkan oleh sejumlah sarjana Muslim
Indonesia.
Gagasan pentingya pribumisasi Islam dalam konteks
lokal ini sangat penting dilakukan. Dengan demikian Muslim Indonesia dapat
tetap mempertahankan identitas ke-Indonesia-annya yang khas. Tetapi pada saat
yang sama dapat mengejawantahkan nilai-nilai Islam dalam praktik kehidupannya.
Menjadi seorang Muslim Indonesia tidak harus menjadi
Arab. Lebih dari itu, kekhasan potret Islam Indonesia juga bukan mustahil dapat
memberikan inspirasi bagi wilayah lain. Juga mengubah imej tentang Islam yang
di kalangan Barat sering diasosiasikan dengan keras atau radikalnya Islam di
Timur Tengah.
B. Rumusan
Masalah
- Biografi Singkat Gus Dur
- Pribumisasi Islam Dalam Konteks Indonesia
- Pribumisasi Islam Bukan Berarti Anti Arab
BAB II
PEMBAHASAN
Biografi Inteleqrual K.H Abdur Rahman Wahid
Dan Konteks Pemikiranya
A. Biografi Singkat Gus Dur
K.H Abdurrahman Wahid, akrab dipanggil Gus Dur lahir
di Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940 dari pasangan Wahid Hasyim dan
Solichah. Guru bangsa, reformis, cendekiawan, pemikir, dan pemimpin politik ini
menggantikan BJ Habibie sebagai Presiden
RI setelah dipilih MPR hasil
Pemilu 1999. Dia menjabat Presiden
RI dari 20 Oktober 1999 hingga
Sidang Istimewa MPR 2001. Ia lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil atau
"Sang Penakluk", dan kemudian lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur.
"Gus" adalah panggilan kehormatan khas pesantren kepada anak kiai.
Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara,
dari keluarga yang sangat terhormat dalam komunitas muslim Jawa Timur. Kakek
dari ayahnya, KH. Hasyim Asyari, adalah pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sementara
kakek dari pihak ibu, KH Bisri Syansuri, adalah pengajar pesantren. Ayah Gus
Dur, KH Wahid Hasyim, terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri
Agama pada 1949. Ibunya, Hj. Sholehah, adalah putri pendiri Pondok Pesantren
Denanyar Jombang. Pendidikan dasarnya ditempuh di Jakarta, sedangkan pendidikan menengah
pertamanya ditempuh di Yogyakarta Pada 1957, setelah lulus SMP, dia pindah ke
Magelang untuk belajar di Pesantren Tegalrejo. Ia mengembangkan reputasi
sebagai murid berbakat, menyelesaikan pendidikan pesantren dalam waktu dua
tahun (seharusnya empat tahun).
Pada 1959, Gus Dur pindah ke Pesantren Tambakberas di
Jombang dan mendapatkan pekerjaan pertamanya sebagai guru dan kepala madrasah.
Gus Dur juga menjadi wartawan Horizon dan Majalah Budaya Jaya. Pada 1963, Wahid
menerima beasiswa dari Departemen Agama untuk belajar di Universitas Al Azhar,
Kairo, Mesir, namun tidak menyelesaikannya karena kekritisan pikirannya. Gus
Dur lalu belajar di Universitas Baghdad.
Meskipun awalnya lalai, Gus Dur bisa menyelesaikan pendidikannya di Universitas
Baghdad tahun 1970. Dia pergi ke Belanda
untuk meneruskan pendidikannya, guna belajar di Universitas Leiden,
tetapi kecewa karena pendidikannya di Baghdad
kurang diakui di sini. Gus Dur lalu pergi ke Jerman dan Prancis sebelum kembali
ke Indonesia
pada 1971. Gus Dur kembali ke Jakarta dan bergabung dengan Lembaga Penelitian,
Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), organisasi yg terdiri
dari kaum intelektual muslim progresif dan sosial demokrat.
Pada Muktamar NU tahun 1984, Gus Dur dinominasikan
sebagai ketua PBNU dan dia menerimanya dengan syarat mendapat wewenang penuh
untuk memilih pengurus yang akan bekerja di bawahnya. Selama masa jabatannya
sebagai ketua PBNU antara tahun 1984-1999, Gus Dur fokus mereformasi sistem
pendidikan pesantren dan berhasil meningkatkan kualitas sistem pendidikan
pesantren sehingga menandingi sekolah sekular.
Dalam kehidupan pribadinya Wahid menikah dengan Sinta
Nuriyah dan dikaruniai empat orang anak: Alissa Qotrunnada, Zannuba Ariffah
Chafsoh (Yenny), Anita Hayatunnufus, dan Inayah Wulandari.
Ia wafat pada hari Rabu, 30 Desember 2009, di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta,
pada pukul 18.45 akibat berbagai komplikasi penyakit tersebut, yang dideritanya
sejak lama. Sebelum wafat ia harus menjalani hemodialisis (cuci darah) rutin.
Menurut adiknya, Gus Dur wafat akibat sumbatan pada arteri. Seminggu sebelum
dipindahkan ke Jakarta
ia sempat dirawat di Jombang seusai mengadakan perjalanan di Jawa Timur.
B. Pribumisasi Islam Dalam Konteks Indonesia
Dalam bukunya,
Islamku, Islam Anda, Islam Kita merupakan wujud komitmen Gus Dur terkait
penolakanya terhadap setiap upaya yang mengarah pada Ideologisasi, Formalisasi
dan Syari’atisasi Islam di Indonesia. Selain bertolak belakang dengan kondisi
masyarakat indonesia
yang plural, upaya ideologisasi islam akan mengarah pada upaya politis yang
mengarah pada radikalisasi agama dalam kehidupan.
Alasan Penolakan Gus Dur terhadap setiap upaya
ideologisasi islam berdasar pada realitas sosial masyarakat Indonesia yang majemuk,
Ideologisasi Islam pasti akan mengarah pada subordinasi kepada pemeluk
non-islam sebagai Warga negara kelas kedua. Demikian pula sejarah telah
mencatat bahwa kejayaan Islam justru teletak pada kemampuanya untuk
berakulturasi dengan budaya lokal daripada ekspansi secara poitis dan
kekuasaan.
Sebagaiman sering diungkapakan penganut formalisme
Islam bahwa Al-Qur’an sudah mencakup segalanya yang mampu menjadi obat mujarab
segala permasalahan kehidupan dari permasalahan Negara, Agama sampai problem
kehidupan pada umumnya. Ini artinya semua ideology dan hukum yang ada pada
dasarnya sudah tercakup dalam Al-Qur’an tinggal mengaktulisasikanya diantaranya
dengan membentuk Negara Islam. Rujukan idealnya kehidupan Nabi dan Para sahabatanya dalam mengatur masyarakat. Syari’at
sebagai hukum Tuhan harus menjadi penyangga segenap aspek kehidupan dan proses
ini dapt terlaksana hanya dengan menformalisasikanya dalam konstitusi Negara
islam.
Bagi Gus Dur yang lebih penting untuk dikerjakan umat
islam pada masa depanya dalam politik bukan dengan melakukan
ideologisasi-formaliassi syariat dalam kehidupan Negara dalam yang plural.
Namun bagaimana aktuliasi nilai-nilai Islam dalam aktivitas politk. Dalam
kehidupan masyarakat pengembangan islam secara kultural itu tujuanya tidak lain
agar ajaran islam sendiri dapat membumi dan kontektual sesuai dengan zaman dan
situasi masyarakat. Jika diintepretasikan labih lanjut, konsep pribumisasi
islam yang pernah digagas oleh Gus Dur ingin menyatakan bahwa untuk dapat
diterima dan dipahami oleh umatnya Islam dituntut untuk mampu berdialektika
dengan kebudayaan yang sudah inheren dalam Masyarakat.
C. Pribumisasi Islam Bukan Berarti Anti Arab
Bergulirnya wacana ini bagi sebagian orang diidentikan
dengan "anti Arabisasi" yang menjurus terhadap stigmatisasi segala
sesuatu yang berbau arab. Gus Dur sebagai penggagas wacana ini pun pernah
mengeluarkan statemen yang sepintas mengamini "anti arabisasi".
Beliau berkata bahwa arabisasi atau proses pengidentifikasian diri dengan
budaya timur tengah adalah tercabutnya dari akar budaya kita sendiri. Lebih
dari itu, arabisasi belum tentu cocok dengan kebutuhan
Nah, kalau ada yang mengartikan pribumisasi Islam
seperti ini, sepertinya tidak bisa dibenarkan seratus persen. Karena Islam itu asalnya dari Arab, maka warna arab pasti ada di dalamnya, tidak
mungkin semuanya diindonesiakan. Justru
malah nanti akibatnya menghilangkan subtansi ajaran Islam itu sendiri. Memang
benar kekayaan budaya Indonesia
perlu diproteksi agar kita tidak kehilangan jati diri, tapi bukan berarti
proteksi tersebut merupakan bentuk penolakan dan antipati terhadap kebudayaan
lain yang mencoba diasimilaskan dengan budaya kita. Tentunya sepanjang itu
positif dan tidak sampai mencerabut akar budaya kita, maka bisa saja saja kita adopsi.
Inti tujuan pribumisasi Islam agar ajaran Islam
menjadi "familiar" dan bisa diterima masyarakat setempat. Dengan
demikian ajaran-ajaran Islam yang bernuansa arab pun kalau bisa diterima dengan
baik dan berasimilasi dengan budaya
setempat. Dan tentunya seseorang masih
menjadi Indonesian dengan pakai jilbab ataupun sorban. Malah kalau mau
kreatif, jilbab atau sorban penutup kepala tersebut bisa dimodifikasi, biar
kental nuansa Indonesianya.
Walhasil pribumisasi Islam harus dapat kita pahami
dengan proporsional, agar dapat menjaga tradisi keislaman khas Indonesia
tanpa mengurangi substansi dasar ajaran-ajaran Islam. Dalam hal ini nuansa
Islam khas pesantren adalah salah satu ikon budaya khas Islam Indonesia. Artinya dengan menjadi
santri salaf dengan berbagai atributnya adalah sebentuk pelestarian kita
terhadap nuansa Islam khas Indonesia, disamping untuk membuat ajaran Islam lebih
akrab bagi masyarakat yang sudah kadung berkultur seperti ini, sudah barang
tentu tanpa menghilangkan substansi ajaran Islam itu sendiri.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Bagi Gus Dur yang lebih
penting untuk dikerjakan umat islam pada masa depanya dalam politik bukan
dengan melakukan ideologisasi-formaliassi syariat dalam kehidupan Negara dalam
yang plural. Namun bagaimana aktuliasi nilai-nilai Islam dalam aktivitas
politik.
Inti
tujuan pribumisasi Islam agar ajaran Islam menjadi "familiar" dan
bisa diterima masyarakat setempat. Dengan demikian ajaran-ajaran Islam yang
bernuansa arab pun kalau bisa diterima dengan baik dan berasimilasi dengan budaya setempat.
Pribumisasi Islam harus dapat
kita pahami dengan proporsional, agar dapat menjaga tradisi keislaman khas Indonesia
tanpa mengurangi substansi dasar ajaran-ajaran Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Fuad. Melawan Gus Dur. Yogyakarta:
Pustaka Tokoh Bangsa, 2004.
Ghazali, Hafidz.
Pribumisasi Islam. http://hafidz13.wordpress.com
M. Husnaini. Pribumisasi Islam Ala Gus Dur. http://www.nu.or.id.
RIWAYAT
HIDUP
Syamsul Arifin dilahirkan di
Dusum Oberran RT 01/RW 06 Desa Murtajih Kecamatan Pademauwu Kabupaten
Pamekasan. Lahir pada Tanggal 26 April 1989 anak ke 1 dari 2 bersaudara, putra
dari bapak M. Sajjadi dan Ibu Hamsiya .
Pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi di tempuh di sejumlah tempat
yang berbeda. Sekolah dasar lulus pada tahun 2001 di SDN Murtajih II, SLTP tahun 2004 di MTs. Negeri Pademawu, SMA
tahun 2006 di Madrasah Aliyah Negeri Jungcangcang Pamekasan I, sedangkan
perguruan tinggi ditempuh di STAIN
Pamekasan sejak tahun 2007, pada jurusan Tarbiyah, Program Studi Pendidikan
Agama Islam. (085 334 820 495)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar