BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan bagian vital dalam kehidupan
manusia. Pendidikan memberikan bekal kepada manusia (peserta didik) untuk
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Oleh karena itu, semestinya pendidikan Islam
selalu diperbaharui konsep dan aktualisasinya dalam rangka merespon
perkembangan zaman yang selalu dinamis dan temporal, agar peserta didik dalam
pendidikan Islam tidak hanya berorientasi pada pembelajaran agama saja
melainkan pembelajaran umum juga harus seiring dan sejalan
Nurcholish Madjid sebagai ikon pembaruan pemikiran dan
gerakan Islam di Indonesia. Yang dapat ditelusuri dan dilacak gagasan dan
konsep yang berkaitan dengan pendidikan yang berorientasi pada pembaruan
pesantren, kebangkitan gerakan inteleqtual dikalangan ummat islam, pendidikan
akhlak merupakan pondasi awal yang diinginkan oleh Nurcholish Madjid agar
tercipta kepribadian muslim yang utama
B.
Rumusan Masalah
Bedasarkan
latar belakang masalah diatas dapat kami ambil rumusan masalah sebagai berikut:
- Riwayat singkat Nurcholish Madjid?
- Apa saja konsep pendidikan Nurcholish Madjid?
- Adakah pengaruh Ide Pembahruan Islam dan islam berideologi dalam persepektif Nurcholish Madjid?
C.
Tujuan Penulisan
- Untuk mengetahui sejauhmana riwayat singkat Nurcholish Madjid
- Untuk mengetahui apa saja konsep pendidikan Nurcholish Madjid
- Untuk mengetahui adakah pengaruh Ide Pembahruan Islam dan islam berideologi dalam persepektif Nurcholish Madjid
BAB II
PEMBAHASAN
Biografi
Inteleqtual Nurcholish Madjid
Dan Konteks
Pemikirannya
A. Riwayat
Singkat
Nurcholish Madjid, lahir di Jombang, 17 Maret 1939 (26
Muharram 1358), dari keluarga kalangan pesantren. Ayahnya bernama H. Abdul
Madjid, dan ibunya Hj. Fathonah,[1]
Pendidikan yang ditempuh: Sekolah Rakyat di Mojoanyar dan Bareng (pagi) dan
Madrasah Ibtidaiyah di Mojoanyar (sore); Pesantren Darul 'Ulum di Rejoso,
Jombang; KMI (Kulliyatul Mu'allimin al-Islamiyah) Pesantren Darus Salam di
Gontor, Ponorogo; melanjutkan ke perguruan tinggi di IAIN Syarif Hidayatullah
di Jakarta (Sarjana Sastra Arab, 1968), dan Universitas Chicago, Illinois, AS
(Ph.D., Islamic Thought, 1984).
Aktif dalam gerakan kemahasiswaan. Ketua Umum PB HMI,
1966-1969 dan 1969-1971; Presiden (pertama) PEMIAT (Persatuan Mahasiswa Islam
Asia Tenggara), 1967-1969; Wakil Sekjen IIFSO (International Islamic Federation
of Students Organizations), 1969-1971.[2]
Mengajar di IAIN Syarif Hidayatullah, 1972-1976; dosen
pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah, 1985-sekarang; peneliti pada Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), bersamaan dengan tugas-tugasnya itu, ia
pernah juga berkesempatan menjadi dosen tamu pada universitas McGill, Montreal,
Canada, pada tahun 1990 didampingi oleh istrinya yang mengikuti program
Eisenhower Fellowship.[3]
Ia banyak menulis makalah-makalah yang diterbitkan
dalam berbagai majalah, surat
kabar dan buku suntingan, beberapa diantaranya berbahasa Inggris. Buku-bukunya
yang telah terbit ialah Khazanah Intelektual Islam (Jakarta, Bulan
Bintang, 1984), Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, (Bandung, Mizan,
1987), Islam Doktrin dan Peradaban, Sebuah Telaah Krisis tentang
Masalah Keimanan, Kemanusian dan Kemodernan, (Jakarta, yayasan wakaf
paramadina, 1992)[4]
Sejak 1986, bersama kawan-kawan di ibukota, mendirikan
dan memimpin Yayasan Wakaf Paramadina, dengan kegiatan-kegiatan yang mengarah
kepada gerakan intelektual Islam di Indonesia. Buku ini adalah salah satu hasil
kegiatan itu. Dan sejak 1991 menjabat Wakil Ketua Dewan pakar Ikatan
Cendekiawan Muslim se Indonesia (ICMI).
B. Konsep
Pendidikan Nurcholish Madjid
Nurcholish Madjid dianggap sebagai ikon pembaruan
pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia. Yang dapat ditelusuri dan dilacak
gagasan dan konsep yang berkitan dengan pendidikan. Uraian berikut ini akan
mencoba melihat dan menjajagi pemikiran dan gagasan Nurcholish Madjid dalam
bidang pendidikan islam
1.
Pembaruan pesantren
Nurcholish Madjid sebagai seorang cendikiawan
berpendapat bahwa pesantren berhak, malah lebih baik dan lebih berguna,
mempertahankan pendidikan agama. Namun, mungkin diperlukan suatu tinajuan
kembali sedemikian rupa, sehigga ajaran-ajaran agama yang diberikan kepada
setiap pribadi meruapan jawaban yang komprehnesif dalam islam.[5]
Pelajaran yang dapat diberikan dalam membentuk pesantren diantaranya: (1).
Mempelajari al-qur’an dengan cara yang lebih sungguh-sungguh daripada yang
umumnya dilakukan orang sekarang, yaitu dengan menitiberatkan pada pemahaman
makna dan ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya. (2). Memanfaatkan mata
pelajaran lain untuk disisipi pandangan-padangan keagamaan dan menanamkan
kesadaran dan penghargaan yang lebih wajar pada hasilseni budaya islam atau
menumbuh kepekaan rohani, termasuk kepekaan rasa ketuhanan yang menjadi
keagamaan. (3). Mengadakan pengaturan kembali alokasi waktu dan tenaga
pengajaran sehingga terjadi penghematan dan intensifikasi bai
pelajaran-pelajaran lainnya. (4). Memberikan pembekalan dan kemampuan yang
nyata yang didapat melalui pendidikan atau pengajaran pengetahuan umum secara
memadai dan menyediakan jurusan-jurusan alternatif bagi anak didik sesuai
dengan potensi dan bakat mereka.
Berdasarkan analisis di atas Nurcholish Madjid
berkesimpulan bahwa tujuan pendidikan pesantren adalah membentuk manusia yang
memiliki kesadaran tinggi bahwa ajaran islam merupakan pembelajaran yang
menyeluruh. Selain itu, produk pesantren ini diharapkan memiliki kemampuan
tinggi untuk melakukan responsi terhadap tantangan-tantangan dan
tuntutan-tuntutan hidup dalam konteks ruang dan waktu yang ada (Indonesia
dan dunia abad sekarang).[6]
2.
Kebangkitan gerakan inteleqtual dikalangan ummat islam
Pemikiran Nurcholish Madjid dalam bidang pendidikan
juga terlihat dari upayanya membangkitkan rasa percaya diri pada ummat islam.
Caranya antara lain dengan menunjukkan bahwa ummat islam pernah tampil sebgai
pelopor dalam bidang ilmu pengetahuan, baik agama maupun umum, serta tampil
sebagai adikuasa. Untuk ini Nurcholish Madjid memperkenalkan pemikiran para
tokoh filosof tingkat dunia, seperti al-kindi, al-asy’ari, al, Farabi, ibn.
Sina, al-Ghazali. Gagasan dan pemikiran para tokoh tersebut dalam bidang
teologi, filsafat, ilmu pengetahuan dan kedokteran diperkenalkan.[7]
Agar ummat islam menggali khazanah inteleqtual islam di zaman klasik
3.
Pendidikan akhlak
Sejalan dengan pentingya pendidikan agama dalam
lingkungan keluarga yang ditentangkan pada pengalaman agama yang terkait erat
dan etika, moral dan akhlak. Untuk ini Nurcholish Madjid memiliki perhatian
yang luar biasa, agar ummat islam memiliki komitmen terhadap tegaknya etika,
morl danakhlak. Dalam berbagai kesempatan dalam tulisanya. Ia banyak
menyinggung kehancuran suatu bangsa dari sejak zaman klasik yang penyebab
utamanya adalah akhlak. Dalam berbgai kesempatan ia mengingatkan bahaya dengki
atau hasad yang dapat memakan segala kebaikan, dan merupaka pangkal
kesengsaraan. Ia mengingatkan agar manusia menahan amarah, mengendalikan hawa
nafsu, taat karena benar, satu kata dan perbuatan, memperhatikan perkataan
orang lain, hormat pada tua, dalam bekerja hendaknya berorientasi pada
prestasi, bukan prestise, agak berfikir dan bertindak strategis, fitrah dan
akhlak, akhlak dan kemajuan bangsa, hubungan amal saleh dan kesehatan jiwa,
menjauhi kemewahan, mau mengatakan yang benar walaupun terasa pahit, mau
berkorban, mau berderma bakti.[8]
C. Ide
Pembaharuan Islam Menurut Nurcholish Madjid
Nurcholish Madjid menggangap bahwa gagasan
pembaharunya adalah pluralisme, karena pluralisme telah menempatkannya sebagai
intelektual Muslim terdepan di masanya, terlebih di saat Indonesia sedang
terjerumus di dalam berbagai kemorosotan dan ancaman disintegrasi bangsa.
Nurcholish Madjid dikenal dengan konsep pluralismenya
yang mengakomodasi keberagaman/ke-bhinneka-an keyakinan di Indonesia. Menurut Nurcholish
Madjid, keyakinan adalah hak primordial setiap manusia dan keyakinan meyakini
keberadaan Tuhan adalah keyakinan yang mendasar. Keyakinan tersebut sangat
mungkin berbeda-beda antar manusia satu dengan yang lain, walaupun memeluk
agama yang sama. Hal ini berdasar kepada kemampuan nalar manusia yang
berbeda-beda, dan dalam hal ini Nurcholish Madjid mendukung konsep kebebasan
dalam beragama. Bebas dalam konsep Nurcholish Madjid tersebut dimaksudkan
sebagai kebebasan dalam menjalankan agama tertentu yang disertai dengan
tanggung jawab penuh atas apa yang dipilih. Nurcholish Madjid meyakini bahwa
manusia sebagai individu yang paripurna, ketika menghadap Tuhan di kehidupan
yang akan datang akan bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan, dan kebebasan
dalam memilih adalah konsep yang logis. Manusia akan bertanggung jawab secara
pribadi atas apa yang ia lakukan dengan yakin. Apa yang diyakini, itulah yang
dipertanggung jawabkan. Maka pahala ataupun dosa akan menjadi benar-benar
imbalan atas apa yang secara yakin ia lakukan.
D. Islam
dan Ideologi dalam Persepektif
Nurcholish Madjid
Menurut Nurcholish Madjid, islam tidak identik dengan
ideologi. Ideologi islam yang berlangsung selama ini di dalam masyarakatnya
telah merelatifikasikan islam sebagai ajaran yang universal. Ideologi, kata
Nurcholish Madjid, sangat terikat oleh ruang dan waktu.
Dari pernyataan itu juga, Nurcholish Madjid ingin
mengajak masyarakat islam di Indonesia
untuk menilai kembali proses ideologi yang berlangsung di Indonesia, sejak awal kemerdekaan
sampai dengan bangkitnya orde baru. Di sini Nurcholish Madjid berpendapat
diperlukan suatu tinjauan yang kritis
terhadap sumber-sumber agama, pengharagaan yang lebih baik, namun tetap kritis
terhadap warisan cultural ummat, dan pemahaman yang lebih tepat pada tuntutan
zaman yang semakin berkembang. Imbauan ini dikemukakan setelah ia menjelaskan
munculnya sekeompok orang yang terdidik di masa lalu, yang dimaksud adalah
tokoh-tokoh Masyumi, yang sangat kritis
terhadap pandagan islam sebagai ideologi sosial politik dan mencoba
menghayatinya sebagai sumber yang lebih tinggi.[9]tampaknya
dengan itu ia ingin mengemukakan bahwa ideologi sosial poitik islam di masa
lalu terlalu tegar dan mengabaikan dialog dengan kondisi-kondisi setempat.
Itulah sebabnya, ketika ia mulai membicarakan hubungan orde baru dengan islam,
ia menegaskan bahwa penilaian terhadap perkembangan sosial-politik tidak bisa
dilakukan dalam kemutlakan dalam kemutlakan, tetapi harus dilihat dari kaitan
nisbinya dengan hal-hal lain. Nada yang bersifat optimistik ini didasarkan pada suatu alasan
bahwa tidaklah masuk akal untuk menilai bahwa struktur kehidupan politik bangsa
kita kita sekarang adalah klimaks dari perjuangan ummat islam di Indonesia
selama ini. Islam, ujarnya lebih lanjut, adalah agama kemanusian yang membuat
cita-citanya sejajar dengan cita-cita kemanusian universal. Karena sifat perkembangan
itu, tidak akan ada penyeleasaian masalah kemanusian sekali untuk selamanya.
Dalam tulisanya, Nurcholish Madjid menekankan
pemisahan antara islam dan ideologi. Dengan mengutip pendapat Ali Merad,
Nurcholish Madjid beragumentasi bahwa islam tidak identik dengan ideologi.
Ideologi islam yag berlangsung selama ini di dalam masyarakat telah
merelatifikasikan islam sebagai ajaran yang universal. Ideologi, dilihat oleh
Nurcholish Madjid, sangat terikat pada ruang dan waktu. Meskipun menyangkut
persoalan yang luas dan tidak sederhana dan mempunyai makna poritif tersendiri
sebagai suatu bentuk sumbangan kepada kebangkitan islam di sekitar perang dunia
kedua, pandangan langsung kepada islam sebagai ideologi bisa berakibat
merendahkan agama itu menjadi setaraf dengan berbagai ideoogi yang ada.[10]
Dari pemikiran itu terlontarlah suatu ungkapan yang
terkenal, yaitu “Islam, Yes! Partai islam No! dari unkapan itu
tampaknya ia berpesan bahwa tidak perlu bahkan tidak wajib setiap orang masuk
partai islam. Yang paling penting adalah menjalankan ajaran islam itu. Karena
itu, tidak perlu merasa bimbang bila ummat tidak mendukung partai islam
tertentu. Sampai kini pandangan bahwa islam jangan dijadikan asas partai masih
dipegang kuat oleh Nurcholish Madjid.
BAB III
PENUTUP
Dari pembahasan di atas dapat kami ambil kesimpulan sebagai berikut:
A.
Kesimpulan
- Nurcholish Madjid, lahir di Jombang, 17 Maret 1939 (26 Muharram 1358), dari keluarga kalangan pesantren. Ayahnya bernama H. Abdul Madjid, dan ibunya Hj. Fathonah.
- Konsep pendidikan yang dilakukan oleh Nurcholish Madjid adalah pembaharuan pesantren, kebangkitan gerakan inteleqtual dikalangan ummat islam, pendidikan akhlak
- Memberikan hak primordial setiap manusia dan keyakinan meyakini keberadaan Tuhan dan diperlukan suatu tinjauan yang kritis terhadap sumber-sumber agama, pengharagaan yang lebih baik, namun tetap kritis terhadap warisan cultural ummat, dan pemahaman yang lebih tepat pada tuntutan zaman yang semakin berkembang.
B.
Saran
Sebagai calon pendidik selektiflah dalam mendidik anak didik dalam
mengaplikasikan ajarannya terhadap
pendidikan dan jadikanlah anak didik
tersebut sebagai pembenahan krisis
pendidikan untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Muhammad Wahyuni Nafis dan Rifki Peny, Kesaksian
Inteleqtual: Mengiringi Kepergian Sang Guru Bangsa Bangsa, Jakarta: Paramadina, 2005
Ø Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia Jakarta: Paramadina, 1999
Ø Abudin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan
Islam di Indonesia, Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2005
Ø Nurcholish Madjid, Bilik-bilik pesantren sebuah potret
perjalanan, Jakarta:
Paramadina, 1997
Ø Nurcholish Madjid, Khazanah Inteleqtual Islam, Jalarta:
Bulan Bintang, 1984
Ø Nurcholish Madjid, Pintu-pintu Menuju Tuhan, Jakarta: Paramadina, 1995
Ø Didin Saefuddin, Pemikiran Modern dan Post Modern
Islam, Jakarta: Gramedia Widi Asarana Indonesia, 2003
Ø Fachry Ali dan Bachtiar Effendy, Merambah Jalan
Baru Islam, Bandung:
Mizan, 1986
RIWAYAT
HIDUP
Syamsul Arifin dilahirkan di
Dusum Oberran RT 01/RW 06 Desa Murtajih Kecamatan Pademauwu Kabupaten
Pamekasan. Lahir pada Tanggal 26 April 1989 anak ke 1 dari 2 bersaudara, putra
dari bapak M. Sajjadi dan Ibu Hamsiya .
Pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi di tempuh di sejumlah tempat
yang berbeda. Sekolah dasar lulus pada tahun 2001 di SDN Murtajih II, SLTP tahun 2004 di MTs. Negeri Pademawu, SMA
tahun 2006 di Madrasah Aliyah Negeri Jungcangcang Pamekasan I, sedangkan
perguruan tinggi ditempuh di STAIN
Pamekasan sejak tahun 2007, pada jurusan Tarbiyah, Program Studi Pendidikan
Agama Islam. (085 334 820 495)
[1] Muhammad Wahyuni Nafis dan Rifki Peny, Kesaksian
Inteleqtual: Mengiringi Kepergian Sang Guru Bangsa Bangsa (Jakarta: Paramadina, 2005), hlm. 29
[2] Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di
Indonesia (Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 75
[3]
Abudin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2005), hlm. 324
[4]
Ibid, hlm. 324
[5] Ibid,
hlm. 327
[6] Nurcholish Madjid, Bilik-bilik pesantren
sebuah potret perjalanan, (Jakarta: Paramadina, 1997), hlm. 17-18
[7] Nurcholish Madjid, Khazanah Inteleqtual
Islam, (Jalarta: Bulan Bintang, 1984), hlm. 167
[8] Nurcholish Madjid, Pintu-pintu Menuju
Tuhan, (Jakarta: Paramadina, 1995), hlm. 178
[9] Didin Saefuddin, Pemikiran Modern dan Post
Modern Islam, (Jakarta: Gramedia Widi Asarana Indonesia,
2003), hlm. 228-229
[10]
Fachry Ali dan Bachtiar Effendy, Merambah Jalan Baru Islam, Bandung: Mizan,
1986), hlm. 179
Tidak ada komentar:
Posting Komentar