Pages

Ads 468x60px

Sabtu, 14 Januari 2012

Biografi Inteleqtual Nurcholish Madjid Dan Konteks Pemikirannya


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah     
Pendidikan merupakan bagian vital dalam kehidupan manusia. Pendidikan memberikan bekal kepada manusia (peserta didik) untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Oleh karena itu, semestinya pendidikan Islam selalu diperbaharui konsep dan aktualisasinya dalam rangka merespon perkembangan zaman yang selalu dinamis dan temporal, agar peserta didik dalam pendidikan Islam tidak hanya berorientasi pada pembelajaran agama saja melainkan pembelajaran umum juga harus seiring dan sejalan
Nurcholish Madjid sebagai ikon pembaruan pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia. Yang dapat ditelusuri dan dilacak gagasan dan konsep yang berkaitan dengan pendidikan yang berorientasi pada pembaruan pesantren, kebangkitan gerakan inteleqtual dikalangan ummat islam, pendidikan akhlak merupakan pondasi awal yang diinginkan oleh Nurcholish Madjid agar tercipta kepribadian muslim yang utama
B.     Rumusan Masalah
      Bedasarkan latar belakang masalah diatas dapat kami ambil rumusan masalah sebagai berikut:
  1. Riwayat singkat Nurcholish Madjid?
  2. Apa saja konsep pendidikan Nurcholish Madjid?
  3. Adakah pengaruh Ide Pembahruan Islam dan islam berideologi dalam persepektif Nurcholish Madjid?
C.    Tujuan Penulisan
  1. Untuk mengetahui sejauhmana riwayat singkat Nurcholish Madjid
  2. Untuk mengetahui apa saja konsep pendidikan Nurcholish Madjid
  3. Untuk mengetahui adakah pengaruh Ide Pembahruan Islam dan islam berideologi dalam persepektif Nurcholish Madjid


BAB II
PEMBAHASAN

Biografi Inteleqtual Nurcholish Madjid
Dan Konteks Pemikirannya

A.    Riwayat Singkat
Nurcholish Madjid, lahir di Jombang, 17 Maret 1939 (26 Muharram 1358), dari keluarga kalangan pesantren. Ayahnya bernama H. Abdul Madjid, dan ibunya Hj. Fathonah,[1] Pendidikan yang ditempuh: Sekolah Rakyat di Mojoanyar dan Bareng (pagi) dan Madrasah Ibtidaiyah di Mojoanyar (sore); Pesantren Darul 'Ulum di Rejoso, Jombang; KMI (Kulliyatul Mu'allimin al-Islamiyah) Pesantren Darus Salam di Gontor, Ponorogo; melanjutkan ke perguruan tinggi di IAIN Syarif Hidayatullah di Jakarta (Sarjana Sastra Arab, 1968), dan Universitas Chicago, Illinois, AS (Ph.D., Islamic Thought, 1984).
Aktif dalam gerakan kemahasiswaan. Ketua Umum PB HMI, 1966-1969 dan 1969-1971; Presiden (pertama) PEMIAT (Persatuan Mahasiswa Islam Asia Tenggara), 1967-1969; Wakil Sekjen IIFSO (International Islamic Federation of Students Organizations), 1969-1971.[2]
Mengajar di IAIN Syarif Hidayatullah, 1972-1976; dosen pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah, 1985-sekarang; peneliti pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), bersamaan dengan tugas-tugasnya itu, ia pernah juga berkesempatan menjadi dosen tamu pada universitas McGill, Montreal, Canada, pada tahun 1990 didampingi oleh istrinya yang mengikuti program Eisenhower Fellowship.[3]
Ia banyak menulis makalah-makalah yang diterbitkan dalam berbagai majalah, surat kabar dan buku suntingan, beberapa diantaranya berbahasa Inggris. Buku-bukunya yang telah terbit ialah Khazanah Intelektual Islam (Jakarta, Bulan Bintang, 1984), Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, (Bandung, Mizan, 1987), Islam Doktrin dan Peradaban, Sebuah Telaah Krisis tentang Masalah Keimanan, Kemanusian dan Kemodernan, (Jakarta, yayasan wakaf paramadina, 1992)[4] 
Sejak 1986, bersama kawan-kawan di ibukota, mendirikan dan memimpin Yayasan Wakaf Paramadina, dengan kegiatan-kegiatan yang mengarah kepada gerakan intelektual Islam di Indonesia. Buku ini adalah salah satu hasil kegiatan itu. Dan sejak 1991 menjabat Wakil Ketua Dewan pakar Ikatan Cendekiawan Muslim se Indonesia (ICMI).
B.     Konsep Pendidikan  Nurcholish Madjid
Nurcholish Madjid dianggap sebagai ikon pembaruan pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia. Yang dapat ditelusuri dan dilacak gagasan dan konsep yang berkitan dengan pendidikan. Uraian berikut ini akan mencoba melihat dan menjajagi pemikiran dan gagasan Nurcholish Madjid dalam bidang pendidikan islam
1.      Pembaruan pesantren
Nurcholish Madjid sebagai seorang cendikiawan berpendapat bahwa pesantren berhak, malah lebih baik dan lebih berguna, mempertahankan pendidikan agama. Namun, mungkin diperlukan suatu tinajuan kembali sedemikian rupa, sehigga ajaran-ajaran agama yang diberikan kepada setiap pribadi meruapan jawaban yang komprehnesif dalam islam.[5] Pelajaran yang dapat diberikan dalam membentuk pesantren diantaranya: (1). Mempelajari al-qur’an dengan cara yang lebih sungguh-sungguh daripada yang umumnya dilakukan orang sekarang, yaitu dengan menitiberatkan pada pemahaman makna dan ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya. (2). Memanfaatkan mata pelajaran lain untuk disisipi pandangan-padangan keagamaan dan menanamkan kesadaran dan penghargaan yang lebih wajar pada hasilseni budaya islam atau menumbuh kepekaan rohani, termasuk kepekaan rasa ketuhanan yang menjadi keagamaan. (3). Mengadakan pengaturan kembali alokasi waktu dan tenaga pengajaran sehingga terjadi penghematan dan intensifikasi bai pelajaran-pelajaran lainnya. (4). Memberikan pembekalan dan kemampuan yang nyata yang didapat melalui pendidikan atau pengajaran pengetahuan umum secara memadai dan menyediakan jurusan-jurusan alternatif bagi anak didik sesuai dengan potensi dan bakat mereka.   
Berdasarkan analisis di atas Nurcholish Madjid berkesimpulan bahwa tujuan pendidikan pesantren adalah membentuk manusia yang memiliki kesadaran tinggi bahwa ajaran islam merupakan pembelajaran yang menyeluruh. Selain itu, produk pesantren ini diharapkan memiliki kemampuan tinggi untuk melakukan responsi terhadap tantangan-tantangan dan tuntutan-tuntutan hidup dalam konteks ruang dan waktu yang ada (Indonesia dan dunia abad sekarang).[6]
2.      Kebangkitan gerakan inteleqtual dikalangan ummat islam
Pemikiran Nurcholish Madjid dalam bidang pendidikan juga terlihat dari upayanya membangkitkan rasa percaya diri pada ummat islam. Caranya antara lain dengan menunjukkan bahwa ummat islam pernah tampil sebgai pelopor dalam bidang ilmu pengetahuan, baik agama maupun umum, serta tampil sebagai adikuasa. Untuk ini Nurcholish Madjid memperkenalkan pemikiran para tokoh filosof tingkat dunia, seperti al-kindi, al-asy’ari, al, Farabi, ibn. Sina, al-Ghazali. Gagasan dan pemikiran para tokoh tersebut dalam bidang teologi, filsafat, ilmu pengetahuan dan kedokteran diperkenalkan.[7] Agar ummat islam menggali khazanah inteleqtual islam di zaman klasik
3.      Pendidikan akhlak
Sejalan dengan pentingya pendidikan agama dalam lingkungan keluarga yang ditentangkan pada pengalaman agama yang terkait erat dan etika, moral dan akhlak. Untuk ini Nurcholish Madjid memiliki perhatian yang luar biasa, agar ummat islam memiliki komitmen terhadap tegaknya etika, morl danakhlak. Dalam berbagai kesempatan dalam tulisanya. Ia banyak menyinggung kehancuran suatu bangsa dari sejak zaman klasik yang penyebab utamanya adalah akhlak. Dalam berbgai kesempatan ia mengingatkan bahaya dengki atau hasad yang dapat memakan segala kebaikan, dan merupaka pangkal kesengsaraan. Ia mengingatkan agar manusia menahan amarah, mengendalikan hawa nafsu, taat karena benar, satu kata dan perbuatan, memperhatikan perkataan orang lain, hormat pada tua, dalam bekerja hendaknya berorientasi pada prestasi, bukan prestise, agak berfikir dan bertindak strategis, fitrah dan akhlak, akhlak dan kemajuan bangsa, hubungan amal saleh dan kesehatan jiwa, menjauhi kemewahan, mau mengatakan yang benar walaupun terasa pahit, mau berkorban, mau berderma bakti.[8]    
C.    Ide Pembaharuan Islam Menurut Nurcholish Madjid  
Nurcholish Madjid menggangap bahwa gagasan pembaharunya adalah pluralisme, karena pluralisme telah menempatkannya sebagai intelektual Muslim terdepan di masanya, terlebih di saat Indonesia sedang terjerumus di dalam berbagai kemorosotan dan ancaman disintegrasi bangsa.
Nurcholish Madjid dikenal dengan konsep pluralismenya yang mengakomodasi keberagaman/ke-bhinneka-an keyakinan di Indonesia. Menurut Nurcholish Madjid, keyakinan adalah hak primordial setiap manusia dan keyakinan meyakini keberadaan Tuhan adalah keyakinan yang mendasar. Keyakinan tersebut sangat mungkin berbeda-beda antar manusia satu dengan yang lain, walaupun memeluk agama yang sama. Hal ini berdasar kepada kemampuan nalar manusia yang berbeda-beda, dan dalam hal ini Nurcholish Madjid mendukung konsep kebebasan dalam beragama. Bebas dalam konsep Nurcholish Madjid tersebut dimaksudkan sebagai kebebasan dalam menjalankan agama tertentu yang disertai dengan tanggung jawab penuh atas apa yang dipilih. Nurcholish Madjid meyakini bahwa manusia sebagai individu yang paripurna, ketika menghadap Tuhan di kehidupan yang akan datang akan bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan, dan kebebasan dalam memilih adalah konsep yang logis. Manusia akan bertanggung jawab secara pribadi atas apa yang ia lakukan dengan yakin. Apa yang diyakini, itulah yang dipertanggung jawabkan. Maka pahala ataupun dosa akan menjadi benar-benar imbalan atas apa yang secara yakin ia lakukan.
D.    Islam dan Ideologi dalam Persepektif  Nurcholish Madjid
Menurut Nurcholish Madjid, islam tidak identik dengan ideologi. Ideologi islam yang berlangsung selama ini di dalam masyarakatnya telah merelatifikasikan islam sebagai ajaran yang universal. Ideologi, kata Nurcholish Madjid, sangat terikat oleh ruang dan waktu.
Dari pernyataan itu juga, Nurcholish Madjid ingin mengajak masyarakat islam di Indonesia untuk menilai kembali proses ideologi yang berlangsung di Indonesia, sejak awal kemerdekaan sampai dengan bangkitnya orde baru. Di sini Nurcholish Madjid berpendapat diperlukan suatu tinjauan  yang kritis terhadap sumber-sumber agama, pengharagaan yang lebih baik, namun tetap kritis terhadap warisan cultural ummat, dan pemahaman yang lebih tepat pada tuntutan zaman yang semakin berkembang. Imbauan ini dikemukakan setelah ia menjelaskan munculnya sekeompok orang yang terdidik di masa lalu, yang dimaksud adalah tokoh-tokoh  Masyumi, yang sangat kritis terhadap pandagan islam sebagai ideologi sosial politik dan mencoba menghayatinya sebagai sumber yang lebih tinggi.[9]tampaknya dengan itu ia ingin mengemukakan bahwa ideologi sosial poitik islam di masa lalu terlalu tegar dan mengabaikan dialog dengan kondisi-kondisi setempat. Itulah sebabnya, ketika ia mulai membicarakan hubungan orde baru dengan islam, ia menegaskan bahwa penilaian terhadap perkembangan sosial-politik tidak bisa dilakukan dalam kemutlakan dalam kemutlakan, tetapi harus dilihat dari kaitan nisbinya dengan hal-hal lain. Nada yang bersifat  optimistik ini didasarkan pada suatu alasan bahwa tidaklah masuk akal untuk menilai bahwa struktur kehidupan politik bangsa kita kita sekarang adalah klimaks dari perjuangan ummat islam di Indonesia selama ini. Islam, ujarnya lebih lanjut, adalah agama kemanusian yang membuat cita-citanya sejajar dengan cita-cita kemanusian universal. Karena sifat perkembangan itu, tidak akan ada penyeleasaian masalah kemanusian sekali untuk selamanya.
Dalam tulisanya, Nurcholish Madjid menekankan pemisahan antara islam dan ideologi. Dengan mengutip pendapat Ali Merad, Nurcholish Madjid beragumentasi bahwa islam tidak identik dengan ideologi. Ideologi islam yag berlangsung selama ini di dalam masyarakat telah merelatifikasikan islam sebagai ajaran yang universal. Ideologi, dilihat oleh Nurcholish Madjid, sangat terikat pada ruang dan waktu. Meskipun menyangkut persoalan yang luas dan tidak sederhana dan mempunyai makna poritif tersendiri sebagai suatu bentuk sumbangan kepada kebangkitan islam di sekitar perang dunia kedua, pandangan langsung kepada islam sebagai ideologi bisa berakibat merendahkan agama itu menjadi setaraf dengan berbagai ideoogi yang ada.[10]
Dari pemikiran itu terlontarlah suatu ungkapan yang terkenal, yaitu “Islam, Yes! Partai islam No! dari unkapan itu tampaknya ia berpesan bahwa tidak perlu bahkan tidak wajib setiap orang masuk partai islam. Yang paling penting adalah menjalankan ajaran islam itu. Karena itu, tidak perlu merasa bimbang bila ummat tidak mendukung partai islam tertentu. Sampai kini pandangan bahwa islam jangan dijadikan asas partai masih dipegang kuat oleh Nurcholish Madjid.









BAB III
PENUTUP

Dari pembahasan di atas dapat kami ambil kesimpulan sebagai berikut:
A.    Kesimpulan
  1. Nurcholish Madjid, lahir di Jombang, 17 Maret 1939 (26 Muharram 1358), dari keluarga kalangan pesantren. Ayahnya bernama H. Abdul Madjid, dan ibunya Hj. Fathonah.
  2. Konsep pendidikan yang dilakukan oleh Nurcholish Madjid adalah pembaharuan pesantren, kebangkitan gerakan inteleqtual dikalangan ummat islam, pendidikan akhlak
  3. Memberikan hak primordial setiap manusia dan keyakinan meyakini keberadaan Tuhan dan diperlukan suatu tinjauan  yang kritis terhadap sumber-sumber agama, pengharagaan yang lebih baik, namun tetap kritis terhadap warisan cultural ummat, dan pemahaman yang lebih tepat pada tuntutan zaman yang semakin berkembang.
B.     Saran
Sebagai calon pendidik selektiflah  dalam mendidik anak didik dalam mengaplikasikan  ajarannya terhadap pendidikan dan  jadikanlah anak didik tersebut  sebagai pembenahan krisis pendidikan untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam pendidikan.














DAFTAR PUSTAKA

Ø  Muhammad Wahyuni Nafis dan Rifki Peny, Kesaksian Inteleqtual: Mengiringi Kepergian Sang Guru Bangsa Bangsa, Jakarta: Paramadina, 2005

Ø  Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia Jakarta: Paramadina, 1999

Ø  Abudin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005

Ø  Nurcholish Madjid, Bilik-bilik pesantren sebuah potret perjalanan, Jakarta: Paramadina, 1997

Ø  Nurcholish Madjid, Khazanah Inteleqtual Islam, Jalarta: Bulan Bintang, 1984

Ø  Nurcholish Madjid, Pintu-pintu Menuju Tuhan, Jakarta: Paramadina, 1995

Ø  Didin Saefuddin, Pemikiran Modern dan Post Modern Islam, Jakarta: Gramedia Widi Asarana Indonesia, 2003

Ø  Fachry Ali dan Bachtiar Effendy, Merambah Jalan Baru Islam, Bandung: Mizan, 1986






















RIWAYAT HIDUP
a                                       Syamsul Arifin dilahirkan di Dusum Oberran RT 01/RW 06 Desa Murtajih Kecamatan Pademauwu Kabupaten Pamekasan. Lahir pada Tanggal 26 April 1989 anak ke 1 dari 2 bersaudara, putra dari bapak M. Sajjadi dan Ibu Hamsiya .
Pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi di tempuh di sejumlah tempat yang berbeda. Sekolah dasar lulus pada tahun 2001 di SDN Murtajih II,  SLTP tahun 2004 di MTs. Negeri Pademawu, SMA tahun 2006 di Madrasah Aliyah Negeri Jungcangcang Pamekasan I, sedangkan perguruan tinggi  ditempuh di STAIN Pamekasan sejak tahun 2007, pada jurusan Tarbiyah, Program Studi Pendidikan Agama Islam. (085 334 820 495)





[1]   Muhammad Wahyuni Nafis dan Rifki Peny, Kesaksian Inteleqtual: Mengiringi Kepergian Sang Guru Bangsa Bangsa (Jakarta: Paramadina, 2005), hlm. 29
[2]   Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia (Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 75
[3] Abudin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 324
[4] Ibid, hlm. 324
[5] Ibid, hlm. 327
[6]   Nurcholish Madjid, Bilik-bilik pesantren sebuah potret perjalanan, (Jakarta: Paramadina, 1997), hlm. 17-18
[7]   Nurcholish Madjid, Khazanah Inteleqtual Islam, (Jalarta: Bulan Bintang, 1984), hlm. 167
[8]   Nurcholish Madjid, Pintu-pintu Menuju Tuhan, (Jakarta: Paramadina, 1995), hlm. 178
[9]   Didin Saefuddin, Pemikiran Modern dan Post Modern Islam, (Jakarta: Gramedia Widi Asarana Indonesia, 2003), hlm. 228-229
[10] Fachry Ali dan Bachtiar Effendy, Merambah Jalan Baru Islam, Bandung: Mizan, 1986),  hlm. 179

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Search This Blog

Blogroll

Blogger templates