BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Islam sebagai agama rahmah senantiasa mengakomodir
kebudayaan dan tradisi lokal yang sesuai dan sejalan dengan sumber primer
Islam. Keluwesan Islam menjadi ‘lokomotif’ akselerasi pengembangan kawasan,
peradaban, dan penganutnya. Begitu pula komitmen terhadap perjuangan kaum
dhuafa sangat tinggi, pemberdayaan dan sikap egalitarian, membuat masyarakat
cenderung merespon dan empati kepada Islam.
Mengenai proses kompromi yang terjadi antara Islam dan
tradisi lokal, ajaran yang ditekankan dalam Islam cukup berperan dalam kerangka
memberikan pondasi dasar terhadap tradisi lokal tersebut. Bahkan terhadap
tradisi lokal yang adiluhur dan sesuai dengan faktor lingkungan masyarakatnya,
Islam tidak merasa perlu melakukan islamisasi. Islam justru memberikan wewenang
lebih besar bagi tradisi yang sesuai dengan nilai-nilai Islam itu untuk
berperan dalam menentukan sebuah hukum. Inilah yang dimaksud dalam rumusan
kaidah fiqh, al-adah al-muhakkamah, sebagai salah satu sumber hukum Islam.
Sedangkan terhadap tradisi sosial yang aniaya, zalim dan menyalahi nilai-nilai
kehidupan, Islam dengan tegas menolaknya, dan kemudian memberikan
batasan-batasan konstruktif melalui pendekatan budaya yang sesuai dengan etika
dan norma kemanusiaan.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat kami
ambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana Biografi Zainuddin Labay
2.
Bagaimana bentuk konsep pendidikan Zainuddin Labay
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui Biografi Zainuddin Labay
2.
Untuk mengetahui bentuk konsep pendidikan Zainuddin
Labay
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Zainuddin Labay
Zainuddin Labay lahir di sebuah “rumah gadang” (rumah
adat lima ruang) yang terletak di jalan menuju Lubuk Mata Kucing Kenagarian
Bukit Surungan, Padang Panjang tahun 1890 M atau bertepatan dengan tanggal 12
Rajab 1308 H. Ia lahir dari pasangan Syeikh Muhammad Yunus al-Khalidiyah dan
Rafi’ah. Ayahnya Syekh Muhammad Yunus al-Khalidiyah adalah seorang ulama
terkenal dan memegang jabatan sebagai qadhi di daerah Pandai Sikek.
Kakeknya bernama Imaduddin, juga
seorang ulama terkenal, pemimpin aliran tarikat Naqsyabandiyah dan ahli ilmu
falak (hisab) di daerahnya. Bila ditelusuri lebih jauh silsilah keturunannya
dari pihak ayah, maka akan diperoleh suatu gambaran bahwa ia mempunyai hubungan
pertalian darah dengan Haji Miskin salah seorang tokoh “harimau nan salapan”
dalam gerakan Paderi. Ibunya bernama Rafi’ah, juga seorang wanita yang taat
beragama. Ia tidak pernah mengenyam pendidikan formal pada sekolah tertentu,
karena waktu itu jenjang pendidikan formal masih tertutup bagi anak perempuan,
khusunya di Minangkabau.
Zainuddin Labay el-Yunusi
pertama kali menikah pada tahun 1912 dengan Sawiyah, seorang gadis berasal dari
Bukit Surungan Padang Panjang. Dari perkawinan ini, ia dikarunia dua orang
anak, seorang perempuan bernama Zuraida Zainuddin (lahir 1914) dan seorang
laki-laki bernama Tanius Mathran Hibatullah Zainuddin (lahir 1917). Zuraida,
anak perempuan Zainuddin satu-satunya yang sempat menjadi staf pengajar pada Diniyah
Putri yang didirikan adiknya Rahmah el-Yunusiyah, setelah menyelesaikan
pendidikan di sana
selama tujuh tahun. Bahkan sempat pula memimpin Kulliyatul Mu’allimat
el-Islamiyah (KMI) cabang Riau di Pekanbaru. Adiknya Tanius Mathran Hibatullah,
tidak begitu terlihat kiprahnya, karena ia telah wafat lebih dahulu dari
Zuraidah.
B.
Konsep Pendidikan Zainuddin Labay
Dalam bidang pendidikan Zainuddin Labay termasuk
seorang yang mula-mula memperkenalkan sistem sekolah yang baru. Dengan membuka
sekolah diniyah (1915) ia mempergunakan sistem berkelas dengan sistem kurikulum
yang lebih teratur mencakup pengetahuan umum seperti bahasa, matematika,
sejarah, ilmu bumi, disamping pelajaran agama. Ia mengorganisasi sebuah klub
musik untuk murid-muridnya.[1]
Selain itu Zainuddin Labay termasuk seorang yang
produktif dalam menulis antara lain buku teks tentang fiqih dan tata bahasa
arab, terjemahan biografi Mustafa Kamil. Pada waktu itu ia merupakan seorang
yang termuda diantara tokoh-tokoh pembaharu. dan banyaklah orang-orang semasanya
mempunyai harapan besar terhadap dirinya untuk tahun-tahun kemudian. Ia
juga menjadi seorang anggota pengurus
Thawalib dan mendirikan pula perkumpulan
pelajar diniyah tahun 1922 dengan maksud bersama-sama membina kemajuan sekolah
itu tetapi umurnya yang singkat (ia meninggal pada tahun 1924) tidak memberikan
kesempatan kepadanya untuk lebih banyak menyumbangkan fikiran dan tenaga bagi
perkembangan gerakan pembaharuan.[2]
Semasa hidupnya ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu:
- Zainuddin Labay telah menunjukkan otodidaknya menjadi seorang pembaharu dalam bidang pendidikan
- Ia berjasa mengembangkan bahasa arab sebagai pengantar maupun bahasa yang digunakan dalam kegiatan sehari-hari
- Ia telah mempernalkan model pendidikan yang pada masa itu belum lazim digunakan yaitu model klasikal.
- Ia telah memperkenalkan pengetahuan modern ke dalam kurikulum pendidikan islam
- Usaha-usaha yang dilakukan Zainuddin Labay telah menghasilkan kader yang tangguh dalam bidang ilmu agama sebagaimana yang dilihatkan oleh Hamka.[3]
Selanjutnya pada tahun 1916 ketika ia masih menjadi
murid dan membantu mengajar H. Abdul Karim Amrullah di Jembatan Besi, Zainuddin
Labay mendirikan Madrasah Diniyah yang merupakan madrasah sore untuk pendidikan
agama yang diorganisasikan berdasarkan sitem klasikal dan tidak mengikuti
sistem pengajaran tradisional dan individual. Begitupula susunan pelajarannya
berbeda dengan yang lain, yaitu dmulai dengan pengetahuan dasar bahsa Arab
sebelum mulai membaca Al-Qur’an.
Di samping pendidikan agama, juga diberikan pendidikan
umum, terutama sejarah dan ilmu bumi. Dalam kelas tertinggi mata pelajaran
tersebut menggunakan buku-buku bahasa Arab dan dengan begitu mata pelajaran
lebih bersifat ekstra bahasa arab dari pada ilmu bumi atau sejarah. Zainuddin Labay
banyak mengambil metode mesir dalam pendidikannya[4].
Akan tetapi juga dapat diterima bahwa garis besar pengajaran dimadrasah ini
juga memakai unsur pendidikan gubernemen yang sudah diikutinya selama 4
tahun,dan sejumlah besar muridnya juga masih mengkuti pendidikan pada pagi hari
disekolah gubernemen[5].
Bahasa yang dipergunakan Zainuddin Labay dalam
mengajar adalah bahasa arab dan untuk pelajaran ini tidak memakai buku atau
kitab nahwu dan sharaf dalam bentuk sajak yang begitu rumit, tetapi memakai
buku yang swederhana seperti yang dipakai di sekolah dasar mesir. Untuk mata pelajaran lainnya, terutama fiqih dan
sejarah islam yang dahulu tidak diperhatikan, Zainuddin Labay menyusun dalam
bahasa melayu sedang untuk kelas yang lebih tinggi dalam bahasa arab yang
sederhana. sedangkan untuk kelas tertinggi,dia selalu menggunakan buku-buku
yang diterbitkan di Kairo maupun Beirut.[6]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat kami ambil kesimpulan sebagai berikut:
1.
Zainuddin Labay lahir di sebuah “rumah gadang” (rumah
adat lima ruang) yang terletak di jalan menuju Lubuk Mata Kucing Kenagarian
Bukit Surungan, Padang Panjang tahun 1890 M atau bertepatan dengan tanggal 12
Rajab 1308 H. Ia lahir dari pasangan Syeikh Muhammad Yunus al-Khalidiyah dan Rafi’ah.
Ayahnya Syekh Muhammad Yunus al-Khalidiyah adalah seorang ulama terkenal dan
memegang jabatan sebagai qadhi di daerah Pandai Sikek.
2.
Zainuddin Labay telah menunjukkan otodidaknya menjadi
seorang pembaharu dalam bidang pendidikan, ia berjasa mengembangkan bahasa arab
sebagai pengantar maupun bahasa yang digunakan dalam kegiatan sehari-hari, ia
telah mempernalkan model pendidikan yang pada masa itu belum lazim digunakan
yaitu model klasikal, ia telah memperkenalkan pengetahuan modern ke dalam
kurikulum pendidikan islam, usaha-usaha yang dilakukan Zainuddin Labay telah
menghasilkan kader yang tangguh dalam bidang ilmu agama sebagaimana yang
dilihatkan oleh Hamka.
B.
Saran
Sebagai calon pendidik harus mengaplikasikan ilmu pengetahuannya terhadap pendidikan dan jadikanlah anak didik tersebut sebagai pembenahan krisis pendidikan untuk
mencapai tujuan yang diinginkan dalam pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Suwito MA, Sejarah
Sosial Pendidikan Islam, Jakarta:
Prenada Media, 2005
Abudin Nata, Filsafat
Pendidikan Islam I, Jakarta:
Logos Wacana Ilmu, 1997
Deliar Noer, Gerakan
Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta:
LP3ES, 1985
RIWAYAT
HIDUP
Syamsul Arifin dilahirkan di
Dusum Oberran RT 01/RW 06 Desa Murtajih Kecamatan Pademauwu Kabupaten
Pamekasan. Lahir pada Tanggal 26 April 1989 anak ke 1 dari 2 bersaudara, putra
dari bapak M. Sajjadi dan Ibu Hamsiya .
Pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi di tempuh di sejumlah tempat
yang berbeda. Sekolah dasar lulus pada tahun 2001 di SDN Murtajih II, SLTP tahun 2004 di MTs. Negeri Pademawu, SMA
tahun 2006 di Madrasah Aliyah Negeri Jungcangcang Pamekasan I, sedangkan
perguruan tinggi ditempuh di STAIN
Pamekasan sejak tahun 2007, pada jurusan Tarbiyah, Program Studi Pendidikan
Agama Islam. (085 334 820 495)
[1] Suwito
MA, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2005), hlm. 92
[2] Abudin
Nata, Filsafat Pendidikan Islam I, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997),
hlm. 188
[3] Suwito
MA, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2005), hlm. 92
[4] Abudin
Nata, Filsafat Pendidikan Islam I, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997),
hlm. 189
[5] Deliar
Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES,
1985), hlm. 69-70
[6] Ibid,
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, hlm. 189
Tidak ada komentar:
Posting Komentar