BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Akibat dari paradigma yang sekuler, pengetahuan modern
(barat) menjadi kering, bahkan terpisah dari nilai-nilai tauhid dan theologis.
Demi menjaga identitas keislaman dalam persaingan budaya global, para ilmuan
muslim bersikap defensive dengan mengambil posisi muslim konservatif-statis,
yakni dengan melarang segala bentuk inokasi dan mengedapankan ketaatan fanatik
terhadap syari’ah yang dianggap telah final. Mereka melupakan sumber
kreativitas yakni ijtihad, bahkan menenangkan ketetutupannya.
Sikap keilmuan muslim tersebut pada akhirnya bisa
menimbulkan pemisahan wahyu dari akal, pemisahan pemikian dari aksi dan pemisahan
pikiran dari kultur, bahkan menimbulkakn stagnasi keilmuan dikalangan mereka.
Sehingga dampak negatif dari model keilmuan islam sendiri tidak kalah
membahayakan dibanding sains barat. Oleh Karena itu, perlu usaha untuk
mempertemukan kelebihan diantara keduanya. Sehingga lahir keilmuan baru yang
modern tetapi tetap bersifat religius dan bernafaskan tauhid.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana biografi seorang tokoh filosof muslim (Ismail
Raji Al-Faruqi) ?
2.
Bagaimana konsep pendidikan Ismail Raji Al-Faruqi ?
3.
Apa saja kontribusi Ismail Raji Al-Faruqi ?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui biografi Ismail Raji Al-Faruqi
2.
Untuk mengetahui konsep pendidikan Ismail Raji
Al-Faruqi
3.
Untuk mengetahui apa saja kontribusi Ismail Raji
Al-Faruqi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Ismail Raji Al-Faruqi
Ismail Raji Al-Faruqi lahir pada tanggal 1 januari
1921 di Jaffa,
Palestina.[1]
Ayahnya seorang qodi di palestina. Pengalaman pendidikanya di awali dari
pendidikan madrasah di desa kelahirannya (college des ferese), Libanon
yang menggunakan bahasa prancis sebagai bahasa pengantarnya, predikat sarjana
muda diperolehnya dari Amerika university, Bairut jurusan filsafat pada tahun
1941
Ismail Raji Al-Faruqi
pernah menjadi pegawai negeri selama empat tahun di palestina yang
ketika itu masih dalam status mandat Inggris. Karir birokrasi Ismail Raji
Al-Faruqi pernah mencapai jabatan sebagai gubenur di Galilela, Palestina pada
usia 24 tahun. Namun jabatan ini tidak lama karena pada tahun 1947 propinsi
tersebut jatuh ke tangan Israel, sehingga ia pindah ke Amerika serikat pada
tahun 1948.[2]
Pada tahun 1949 Ismail Raji Al-Faruqi melanjutkan
studinya di Universitas Indian sampai meraih gelar master dalam bidang
filsafat. Dua tahun kemudian ia meraih gelar master kedua dalam bidang yang
sama dari universitas Harvard. Pada tahun 1952 ia meraih gelar Ph. D dari Universitas
Indian dengan disertasi berjudul “Tentang Pembenahan Tuhan: Metafisika dan
Epistimologi nilai”.[3]
Namun apa yang ia capai tidak memuaskan, karena itu ia kemudian pergi ke Mesir
untuk lebih mendalam ilmu keislaman di universitas Al-Azhar Kairo.
Ismail Raji Al-Faruqi mulai mengajar di Mcbill University,
Kanada pada tahun 1959. Pada tahun 1961-1963 ia pindah ke Karachi
Pakistan
untuk ikut bagian dalam kegiatan Centeral Intitute For Islame Researh dan
jurnalnya Islamic Studies. Tahun 1968 ia pindah ke temple university
Philadelpia sebagai guru besar agama dan mendirikan pusat kajian islam.
Hidup Ismail Raji Al-Faruqi berahir tragis setelah ia
dan isterinya dibunuh pembunuh gelap di rumahnya di Philadelphia pada tanggal 27 Mei 1986.
beberapa penganut menduga bahwa pembunuhan itu dilakukan oleh Zionis Yahudi
karena proyek Ismail Raji Al-Faruqi yang demikian inten untuk kemajuan islam.[4]
B.
Konsep Pendidikan Ismail Raji Al-Faruqi
1.
Pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi tentang Pendidikan
Menurut Ismail Raji Al-Faruqi, ummat islam saat ini
berada dalam keadaan yang lemah. Kemerosotan muslim dewasa ini telah menjadikan
islam pada zaman kemunduran. Dikalangan kaum muslimin berkembang buta huruf,
kebodohan dan tahayyul. Akibatnya, ummat islam awam lari pada keyakinan yang
buta, bersandar pada literalisme dan legalisme, atau menyerahkan diri kepada
syaikh (pemimpin) mereka. Dalam keadaan seperti ini masyarakat muslim melihat
kemajuan barat sebagai sesuatu yang menganggumkan.[5]
Kemajuan yang mereka capai hanya merupakan kemajuan
yang semu, di satu pihak ummat islam telah berkenalan dengan peradaban barat
modern, tetapi di pihak lain mereka kekhilangan pijakan yang kokoh, yaitu
pedoman hidup yang bersumber dari moral agama. Oleh karena itu, ummat islam
terkesan mengambil sikap mendua, antara tradisi keislaman dan nilai-nilai
peradaban barat modern. Pandangan dualisme yang demikian ini menjadi penyebab
dari kemunduran yang dialami ummat islam, bahkan sudah mencapai tingkat serius
dan mengkhwatirkan yang disebut sebagai “Malaisme”.
Menurut Ismail Raji Al-Faruqi sebagai efek dari “Malaisme”
yang dihadapi ummat islam sebagai bahasa anak tangga terbawah, mengakibatkan
tibulnya dualisme dalam pendidikan islam dan kehidupan ummat. Sebagai prasyarat
untuk menghilangkan dualisme tersebut dan sekaligus mencari jalan keluar dari “Malaisme”
maka pengetahuan harus diislamisasikan atau diadakan asimilasi pengetahuan
agar serasi dengan ajaran tauhid dan ajaran islam.[6]
Tauhid menurut Ismail Raji Al-Faruqi dianggap sebagai
esensi pengalaman agama seorang muslim dan bahkan identik dengan pandagan
filsafat penciptaan manusia, oleh karenanya tauhid menurut kayakinan Ismail
Raji Al-Faruqi bersifat alamiah Ismail Raji Al-Faruqi berusaha menjadikan
tauhid sebagai penggiring atas upaya praktis dalam proses islamisasi ilmu
pengetahuan, ia juga berusaha menerjemahkan nilai-nilai qur’ani yang selalu
relevan dengan kebutuhan dan perkembangan zaman.[7]
Perceraian sains dari nilai theologis memberikan
implikasi negatif. Pertama dalam aplikasinya sains modern melihat alam beserta
hukum dan polanya, kedua, secara metodologis, sains modern tidak terkecuali
ilmu sosial, tidak bisa diterapkan untuk memahami realitas sosial masyarakat
muslim yang mempunyai pandangan hidup berbeda dari barat.[8]
Oleh karena itu, menurut Ismail Raji Al-Faruqi
persoalan persoalan yang cukup berkelindan
hanya bisa diselesaikan bila sistem pendidikan islam kembali pada roh
nilai-nilai ilahiyah sebagai sistem moral dan sistem kepribadian pendidikan
islam yang mengacu pada nilai tauhid. Melalui nilai tauhid, paling tidak ada
dua aspek pemahaman yang bisa dikembangkan yaitu aspek natural (kehidupan
kekinian) dan transendental (ketuhanan).[9]
Konsep islamisasi ilmu pengetahuan yang dimaksud Ismail
Raji Al-Faruqi adalah menuangkan kembali ilmu pengetahuan sebagaimana
dikehendaki oleh islam, yaitu memberikan definisi baru, mengatur data,
mengevaluasi kembali kesimpulan dan memproyeksikan kembali tujuan-tujuannya.
Untuk melandingkan gagasannya tentang islamisasi ilmu, Ismail Raji Al-Faruqi meletakkan
pondensi epistimologi pada prinsip tauhid yang terdiri dari 5 macam kesatuan
yaitu:
1.
Keesaan (kesatuan) Tuhan, implikasinya dalam kaitannya
dengan ilmu pengetahuan, bahwa sebuah pengetahuan bukan untuk menerangkan dan
memahami realitas, melebihkan melihatnya sebagai bagian yang integral dari
eksistensi tuhan. Karena itu, islamisasi ilmu mengarahkan pengetahuan pada
kondisi analisa dan sintesa tentang hubungan realitas yang dikaji dengan hukum
tuhan
2.
Kesatuan ciptaan, bahwa semesta ini baik yang materal
psikis spasial (ruang), biologis maupun etnis adalah kesatuan yang integral.
Dalam kaitannya dengan islamisasi ilmu, maka setiap penelitian dan usaha
pengembangan keilmuan harus diarahkan sebagai refleksi dari keimanan dan
realisasi ibadah kepadanya
3.
Kesatuan kebenaran dan pengetahuan, yang dirumuskan
sebagai berikut:
- Berdasarkan wahyu, tidak boleh membuat klaim yang produksi dengan realitas
- Tidak adanya kontradiksi antara realitas dan wahyu, berarti tidak satupun kontradiksi antara realitas dan wahyu tidak terpecahkan
- Pengamatan dan penyelidikan terhadap semesta dengan bagian-bagianya tidak pernah berahir karena pola tuhan tidak terhingga
4.
Kesatuan hidup, menurut islam kehendak tuhan terdiri
atas dua macam yaitu:
- Hubungan alam, dengan segala regualitasnya yang memungkinkan diteliti dan diamati
- Hukum moral yang harus dipatuhi
5.
Kesatuan manusia, tata sosial islam menurut Ismail Raji
Al-Faruqi adalah universal, mencakup seluruh ummat manusia tanpa terkecuali.
Kaitanya dengan islamisasi ilmu, setiap perkembangan ilmu berdasar dan
bertujuan untuk kepentingan kemanusiaan.[10]
Islamisasi ilmu Ismail Raji Al-Faruqi dimaksudkan
untuk memberikan respon positif terhadap realitas ilmu pengetahuan modern yang
sekularistik dan islam yang terlalu religius dalam model pengetahuan baru yang
utuh dan integral tanpa pemisahan, namun secara rinci tujuan yang dimksud
adalah
a.
Penguasaan disiplin ilmu modern
b.
Penguasaan khazanah warisan islam
c.
Membagun relevansi islam dengan dengan msaing-masing
disiplin ilmu modern
d.
Memadukan nilai-nilai dan khazanah warisan islam secara
kreatif
e.
Pengarahan aliran pemikiran islam ke jalan yang
mencapai pemenuhan pola rencana Allah.[11]
2.
Pemkiran Ismail Raji Al-Faruqi tentang Kurikulum
Memperbicangkan prinsip filosofis kurikulum pendidikan
dikaitkan dengan gagasan islamisasi ilmu bagi kaum Ismail Raji Al-Faruqi sangat
beralasan, karena kurikulum dalam sistem pendidikan merupakan sebuah komponen
yang menentukan keberhasilan kualitas pendidikan.
Menurut pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi mengenai
reformasi kurikulum pendidikan akan di lihat dalam konteks tawaran pemikiran
yang memiliki 3 tujuan rencana kerja islamisasi ilmu yang pernah digagasnya.
Setidaknya ada 3 prinsip pengembangan kurikulum pendidikan islam, pertama,
menguasai sains modern, kedua, menguasai warisan islam klasik, ketiga, prinsip
kesatuan yang harus melingkupi seluruh kajian dalam kurikulum pendidikan islam.[12]
Melihat pandangan Ismail Raji Al-Faruqi mengenai prinsip
pengembangan kurikulum pendidikan islam, terlihat bahwa ia menginginkan
bangunan ilmuan yang integral, terpadu dan saling melengkapi antar disiplin
keislaman dan pengetahuan modern, menurut Moh. Shafiq, salah seorang murid Ismail
Raji Al-Faruqi di temple University ada
enam tema besar yang mendasar dari pemikiran islamisasi ilmu yang dikemkukakan Ismail
Raji Al-Faruqi selain Islamizing curricula diantaranya, pertama,
paradigma islam terhadap ilmu pengetahuan, kedua, metodologi, ketiga,
metodologi yang ada hubungannya dengan kajian Al-qur’an, keemapat, metodologi
ada kaitanya dengan kajian sunnah, kelima, metodologi yang berkaitan dengan
warisan klasik islam, keenam metodologi yang berhubugan dengan pemikiran barat
kontemporer.[13]
Kurikulum pendidikan kaum muslimin harus selalu
mengarah kepada kepentingan mengembangkan sains modern dengan tetap disemangati
dengan nilai tauhid sebagai konsep dasar dan aplikasi ilmiah. Konsekuensinya
secara ekslusif adalah terjadi integrasi ilmu aqliyah dan naqliyah yang tingkatan
kualitasnya merupakan pengaruh timbal balik antara keberhasilan rekonstruksi
konsep ilmu dalam islam dengan rekontstruksi organisasi dan kurikulum.
C.
Kontribusi Ismail Raji Al-Faruqi
Program islamisasi ilmu Ismail Raji Al-Faruqi yang
menekankan perombakan total atas keilmuan sosial barat karena dianggap bersifat
eosentris, rupanya lebih utuh, jelas dan terinci dibanding gagasan islamisasi
ilmu yang dilontarkan pemikir lain.
Langkah islamisasi ilmu yang diberikan dan kritiknya
terhadap realitas pendidikan islam juga merupakan sumbangan besar dan manfaat
bagi perombakan sistem pendidikan islam.[14]
Dalam bidang perbandingan agama. Kontribusi pemikiran Ismail
Raji Al-Faruqi tidak kecil karyanya A. Historical atlas of religion of the
world (Atlas historis agama dunia) oleh banyak kalangan dipandang sebagai
buku standard dalam bidang tersebut, dalam karya-karya itulah, dia selalu
memaparkan pemikiran ilmiahnya untuk mencapai saling pengertian antar ummat
beragama dan pemahaman inteleqtual terhadap agama-agama lain. Baginya ilmu
perbandingan agama berguna untuk membersihkan semua bentuk prasangka dan salah
pengertian untuk membangun persahabatan antara sesama manusia.[15]
Sebagai seorang pemikir, cedikiawan dan filosof,
aktivitas ilmiahnya yang tinggi telah melahirkan sejumlah karya tulis. Beberapa
karya penting Ismail Raji Al-Faruqi sudah diterjemamhkan ke dalam bahasa Indonesia,
karena perhatiannya atas dunia dan ummat islam, yang terpenting adalah
pembelaan atas islam.
Pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi tentang islamisasi
pengetahuan mengilhami para cendikiawan di Indonesia. Tiga Universitas Islam,
yaitu Universitas Ibn Kholdun Bogor, Universitas Islam Bandung, Universitas Islam
As-Syafi’iyah, Jakarta, dan Universitas
Islam Bandung pernah menjalin kerja sama dalam membuat proyek islamisasi sains
yang salah satu pengagasnya adalah Dr. A.M. Saefuddin.[16]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ismail Raji Al-Faruqi merupakan tokoh filsafat yang
mempengaruhi kebangkitan islam dalam bidang inteleqtual. Ia amat produktif
menulis dan tema tulisannya berkisar dalam bidang filsafat dan pemikiran.
Karena gagasan keislamannya tampak bebas dari segala pengaruh madzhab manapun,
banyak yang menyebut Ismail Raji Al-Faruqi sebagai pemikir neosalisme. Ia
penganut paham islam murni berdasarkan Qur’an dan Sunnah dengan penafsiran
modern dan kontekstual.
Proyek islamisasi sains Ismail Raji Al-Faruqi telah
memberikan pengaruh pada para pemikir islam di Indionesia, dimana dalam program
islamisasi ilmu Ismail Raji Al-Faruqi menekankan perombakan total atas keilmuan
sosial barat karena dianggap bersifat Eurosentris yang mana bersifat lebih utuh,
jelas dan terinci dibanding dengan islamisasi ilmu yang dilontarkan pemikir
lain.
Gagasan Ismail Raji Al-Faruqi secara diam-diam telah
menumbuhkan semangat untuk memperbincangkan nasib dan masa depan kaum muslim di
tengah-tengah supremasi dan superioritas bangsa barat. Kaum muslim memerlukan
energi kolektif untuk penerapan sistem pendidikan islam yang sangat
dibanggakan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdurrahmansyah. Wacana Pendidikan Islam Khazanah
Filosofis dan Implementasi Kuriulum, Metodologi dan Tantangan Pendidikan
Moralitas, Yogyakarta: Global Pustaka,
Utama, 2004
2. Abdurrahmansyah. Pembaharuan Kurikulum Pendidikan
Islam Ismail Raji Al-Faruqi, Yogyakarta:
Pustaka Global Utama, 2002
3. Harahap, Syahrin. Ensiklopedi Akidah Islam, Jakarta: Premada Media,
2005
4. Jalaluddin dan Said Usman. Filsafat Pendidikan
Islam, Konsep dan Perkembangan Pemikirannya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 1994
5. Mayulis, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan I slam (Mengenal
Tokoh Islam Dunia Islam dan di Indonesia),
Jakarta:
Ciputat Press Group, 2005
6. Nasution, Harun. Ensiklopedi Islam Indonesia , Jakarta: Jambatan 1992
7. Nizar, Samsul. Pengantar Dasar-dasar Pmekiran
Pendidikan Islam, Jakarta:
Gaya Media Pratama, 2001
8. Salih, Khudori. Wacana Baru Filsafat Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004
9. Safuddin, Dian. Pemikiran Modern dan Post Modern
Islam (Biografi Inteleqtual Tokoh), Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2003
10. Sani, Abdul. Lintasan Sejarah Pemikiran
Perkembangan Modern dalam Islam, Bandung:
PT Raja Gravindo Persada, 1998
11. Sucipto, Hery. Ensiklopedi Tokoh Islam dari Abu
Bakar sampai Nashr dan Qardhawi, Jakarta:
PT. Mizan Publika, 2003
12. Taufik, Ahmad. Sejarah Pemikran dan Tokoh
Modernisme Islam, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2005
RIWAYAT
HIDUP
Syamsul Arifin dilahirkan di
Dusum Oberran RT 01/RW 06 Desa Murtajih Kecamatan Pademauwu Kabupaten
Pamekasan. Lahir pada Tanggal 26 April 1989 anak ke 1 dari 2 bersaudara, putra
dari bapak M. Sajjadi dan Ibu Hamsiya .
Pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi di tempuh di sejumlah tempat
yang berbeda. Sekolah dasar lulus pada tahun 2001 di SDN Murtajih II, SLTP tahun 2004 di MTs. Negeri Pademawu, SMA
tahun 2006 di Madrasah Aliyah Negeri Jungcangcang Pamekasan I, sedangkan
perguruan tinggi ditempuh di STAIN
Pamekasan sejak tahun 2007, pada jurusan Tarbiyah, Program Studi Pendidikan
Agama Islam. (085 334 820 495)
[1] Drs. Abdul Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran
Perkembangan Modern dalam Islam, Bandung:
PT Raja Gravindo Persada, 1998, hal. 262
[2] Abdurrahmansyah, Wacana Pendidikan Islam
Khazanah Filosofis dan Implementasi Kuriulum, Metodologi dan Tantangan
Pendidikan Moralitas, Yogyakarta: Global Pustaka, Utama, 2004. hal, 60
[3] Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat
Pendidikan Islam, Konsep dan Perkembangan Pemikirannya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 1994, hal
153
[4] Dian Safuddin, Pemikiran Modern dan Post
Modern Islam (Biografi Inteleqtual 17 Tokoh), Jakarta:
PT Gramedia Widiasarana Indonesia,
2003, hal. 157-158
[5] Prof. dr H. RA Mayulis, Ensiklopedi Tokoh
Pendidikan I slam: Mengenal Tokoh Islam
Dunia Islam dan di Indonesia, Jakarta:
Ciputat Press Group, 2005, hal. 108-109
[6] Ibid. hal. 110-111
[7] Pro. Dr. H. Syahrinharahap MA, Ensiklopedi
Akidah Islam, Jakarta:
Premada Media, 2005, hal. 98
[8] Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia
, Jakarta:
1992, hal. 242
[9] Dr. Samsul Nizar,
MA, Pengantar Dasar-dasar Pmekiran
Pendidikan Islam, Jakarta:
Gaya Media Pratama, 2001, hal. 26-27
[10] A.
Khudori Salih M. Ag, Wacana Baru Filsafat Islam, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2004, hal. 277-280
[11]
Ibid. hal. 251
[12]
Abdurrahmansyah, Pembaharuan Kurikulum Pendidikan Islam Ismail Raji
Al-Faruqi, Yogyakarta: Pustaka Global
Utama, 2002, hal. 68
[13]
Abdurrahmansyah, Wacana Pendidikan Islam Khazanah Filosofis dan Implementasi
Kurikulum, Metodologi dan Tantangan Pendidikan Moaralitas, Yogyakarta:
Global Pustaka Utama, 2004, hal, 71
[14] A.
Khudari Shalih, Mag, Wacana Baru Filsafat Islam, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2004, hal. 288-290
[15] Hery
Sucipto, Ensiklopedi Tokoh Islam dari Abu Bakar sampai Nashr dan Qardhawi, Jakarta: PT. Mizan
Publika, 2003, hal. 78
[16] Akhmad
Taufik. M. Pd, Sejarah Pemikran dan Tokoh Modernisme Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2005, hal. 195-196
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus