Pages

Ads 468x60px

Sabtu, 14 Januari 2012

Biografi Ahmad Dahlan dan konteks pemikirannya


BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Diskursus antara tradisional dan modern dalam pemikiran islam sampai detik ini belum bisa dihapuskan. Karena hal ini merupakan sebuah kajian yang mempunyai tempat yang cukup strategis dalam kajian pemikiran pendidikan islam, terutama dalm bidang pendidikan yang di kotomis antara pendidikan agama dasn pendidikan umum. Di satu sisi ada madrasah yang mengajarkan pendidikan agama tanpa pendidikan umum, disisi lain lembaga pendidikan umum yang tidak mengajarkan agama. Akibatnya umat islam mengalami kemunduran yang disebabkan oleh pendidikannya yang masih tradisional.
Paada abad XIX muncul kaum modernis sebagai tokoh pembaru pendidikan islam dan berupaya menjawab permasalahan umat islam yang mengalmi kemunduran. Belau juga berusaha memasukkan pendidikan umum ke dalam kurikulum madrasah, dan memasukkan pendiidkan agama ke dalam lembaga pendidikan umum. Beliau juga yang telah berhasl mengembangkan dan menyebarluaskan gagasan pendidikan modern keseluruh pelosok tanah air melalui orgabisasi Muhammadiyah yang didirikannya dan hingga kini makin menunjukkan eksistensi secara fungsional.  
















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Biografi Ahmad Dahlan
KH. Ahmad Dahlan lahir di Kauman (Yogyakarta) pada tahun 1869 dengan nama Darwises. Ayahnya bernama KH. Abu Bakar bin Kiai Sulaiman, yang merupakan seorang khatib dan imam masjid besar di kraton yogyakarta. Sementara ibunya bernama Siti Aminah putri dari KH. Ibrahim yang pernah menjabat sebagai penghulu di kraton Yogyakarta.[1]
Semenjak kecil, Dahlan diasuh dan dididik sebagai putera Kiai. Pendidikan dasarnya dimulai dengan belajar membaca, menulis, mangaji Al-Qur’an dan kitab-kitab agama, yang mana pendidikan ini diperoleh langsung dari ayahnya. Menjelang dewasa ia mempelajari dan mendalami ilmu agama kepada beberapa ulama’ besar. Ketajaman inteleqtualitasnya yang tinggi membuat Dahlan selalu merasa tidak puas dengan ilmu yang telah dipelajarinya dan terus berupaya untuk lebih mendalaminya.
Setelah beberapa waktu belajar dengan sejumlah guru, pada tahun 1890 Dahlan berangkat ke Mekkah untuk melanjutkan studinya dan menetap selama setahun. Karena merasa tidak puas dengan kunjungannya yang pertama, maka pada tahun 1903, beliau berangkat lagi ke Mekkah dan menetap selama dua tahun.[2] Disana beliau melakukan mudzakarah dengan sejumlah ulama’ Indonesia yang mukim di Mekkah. Diantara ulama’ tersebut adalah syekh Muhammad Khatib Al-Minangkabau, Kiai Nawawi Al-Banteni, Kiai Mas Abdullah, dan Kiai Faqih Kembang.[3]
Dahlan pernah berguru kepada syaikh Jamil Jembek ulama’ terkenal yang mempunyai reputasi dan berwawasan modern. Cikal bakal sebagai pemimpin dan selaku tokoh yang menggerakkan pembaruan di kemudian hari sudah tertanam sejak dini tertancap dalam pribadi Darwis kecil. Namun pada tanggal 25 Februari 1923, beliau meninggal dunia.[4]
B.     Konsep Pendidikan Ahmad Dahlan
Hampir seluruh pemikiran Dahlan berangkat keprihatinnya terhadap situasi dan kondisi global ummat islam waktu itu yang tenggelam dalam kejumudan, kebodohan, serta keterbelakangan. Kondisi semakin diperparah dengan politik kolonial belanda yang sangat merugikan bangsa Indonesia. Latar belakang situasi dan kondisi tersebut telah mengilhami munculnya ide pembaruan Dahlan.
Secara umum, ide pembaharuan Dahlan dapat diklasifikasikan kepada dua dimensi yaitu:
1.      Berupaya memurnikan ajaran islam dari kufarat, tahayul dan bid’ah yang telah tercampur dalam akidah dan ibadah ummat islam
2.      Mengajak ummat islam untuk keluar dari jaring pemikiran tradsional melalui reinterpretasi terhadap doktrin islam dalam rumusan dan menjelaskan yang dapat diterima rasio.[5]
Islam menekankan kepada ummatnya untuk mendayagunakan semua kemampuan yang ada pada dirinya dalam rangka memahami fenomena alam semesta, baik mikro maupun makro. Meskipun dalam Al-Qur’an senantiasa menekankan pentignya menggunakan akal, akan tetapi Al-Qur’an juga mengakui akan keterbatasan kemampuan akal. Hal ini disebabkan, karena wujud yang ada di alam ini memiliki dua dimensi, yaitu fisika dan metafisika. Manusia merupakan integrasi dari kedua dimensi tersebut, yaitu dimensi ruh dan jasad.
Batasan diatas memberikan arti bahwa dalam epistimologi pendidikan islam, ilmu pengetahuan dapat diperoleh apabila peserta didik mendayagunakan bebagai media, baik yang diperoleh melalui persepsi inderawi, akal, kalbu, wahyu maupun ilham. Menurut Dahlan, pengembangan tersebut hendaknya merupakan proses integrasi ruh dan jasad. Konsep ini diketengahnya dengan menggariskan perluanya pengkajian ilmu pengetahuan secara langsung, sesuai prinsip Al-Qur’an dan Sunnah, bukan semata-mata dari kitab tertentu.[6]
Dalam hal ini, Dahlan melihat bahwa problem epistimologi dalam pendidikan islam tradisional disebabkan karena idiologi ilmiahnya hanya terbatas pada dimensi religius yang membatasi diri pada pengkajian kitab-kitab klasik para mujtahid terdahulu, khususnya madzhab syafi’i. Ideologi semacam ini digunakan sebagai pelindung oleh kelompok tradisional guna mempertahankan semantik statis terhadap epistimologi yang dikembangkannya.
Pelaksanaan pendidikan hanya dipahami sebagai proses pewarisan data sosalisasi perilaku individu maupun sosial yang telah menjadi model baku dalam masyarakat. Pendidikan tidak memberikan kebebasan peserta didik untuk berkreasi dan mengambil prakarsa. Kondisi yang demikian menyebabkan pelaksanaan pendidikan berjalan searah dan tidak bersifat dialogis. Padahal menurut Dahlan pengembangan daya kritis, sikap dialogis, menghargai potensi akal dan hati yang suci merupakan cara stategis bagi peserta didik mencapai pengetahuan tertinggi.[7] Dari batasan ini terlihat bahwa Dahlan ingin meletakkan visi dasar bagi reformasi pendidikan modern dan tradisional secara harmonis dan integral.
Menurut Dahlan pendidikan islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham malasah ilmu kedunian, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.[8] Hal ini berarti bahwa pendidikan islam merupakan upaya pembinaan pribadi muslim sejati yang bertaqwa, baik sebagai ‘abd maupun kholifah fil ardh. Untuk mencapai hal ini, proses pendidikan islam hendaknya mengakomodasikan berbagai ilmu pengetahuan, baik umum maupun agama, untuk mempertajam daya inteleqtualitas dan memperkokoh spritualitas peserta didik.
Materi pendidikan menurut Dahlan adalah pengajaran Al-Qur’an dan Hadits, membaca, menulis, berhitung, ilmu bumi, dan menggambar. Materi Al-Qur’an dan Hadits meliputi ibadah, persamaan derajat, fungsi perbuatan manusia dalam menentukan nasibnya, musyawarah, pembuktian kebenaran Al-Qur’an dan Hadits menurut akal, kerja sama antara agama-kebudayaan, hukum kwalitas perubahan, nafsu dan kehendak, dan akhlak.[9] Sesungguhnya Dahlan menginginkan pengelolaan pendidikan islam secara modern dan profesional, sehingga pendidikan yang dilaksanakan mampu memenuhi kebutuhan peserta didik menghadapi dinamika zamannya. Untuk itu, pendidikan islam perlu membuka diri, inovatif dan progresif.
C.    Kontribusi Ahmad Dahlan
Gambaran dalam pendidikan, diketahui bahwa dunia keilmuan di Indonesia secara tradisional dimiliki dan diemban oleh pesantren, namun secara peleberan atau penugasan ilmu, pesantren lebih mengembangkan misi ilmu agama ketimbang ilmu umum, pesantren lebih mengembangkan misi ilmu agama ketimbang ilmu umum, untuk mewujudkan ide pembaharuan di bidang pendidikan, Dahlan merasa perlu mendirikan lembaga pendidikan yang berorientasi pada pendidikan modern, yaitu dengan menggunakan sistem klasikal, yang mana beliau menggabungkan sistem pendidikan Belanda dengan sistem pendidikan tradisonal secara integral.
Pada tahun 1911 Ahmad Dahlan mendirikan sebuah madrasah yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhan kaum muslimin terhadap pendidikan agama dan pada saat yang sama bisa memberikan mata pelajaran umum. Proyek pertama diwujudkan dalam bentuk pendirian sekolah dirumahnya. Di sekolah ini pendidikan agama diberikan oleh Ahmad Dahlan sendiri, sementara untuk pelajaran umum di ajarkan oleh seorang anggota Budi Utomo yang juga menjadi guru di sekolah pemerintah.[10]
Pada tanggal 1 Desember 1911, sekolah tersebut diberi nama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah dan menjadi sekolah dasar pertama di Yogyakarta yang memberikan pelajaran agama dan ilmu pengetahuan umum. Kini lembaga pendidikan Muhammadiyah menjamur ke seluruh Indonesia dari lembaga pendidikan TK sampai Universitas yang terdapat program S1, program pasca sarjana, panti asuhan, rumah salaf islam, dan lembaga keuangan islam.[11] 
Ahmad Dahlan juga mendirikan organisasi Muhammadiyah pada tanggal 18 November 1912 M atau 5 Dhulhijjah 1330 H. tujuan organisasi ini adalah untuk menyebarkan pengajaran Rasullah kepada penduduk dan memajukan hal agama kepada anggota-anggotanya untuk mencapai maksud ini, Muhammadiyah membangun lembaga pendidikan, mengadakan rapat, serta menerbitkan buku surat kabar dan majalah.[12]   
Ahmad Dahlan juga termasuk salah satu tokoh pembaharu pemikiran islam yang memiliki cita-cita pemurnian islam, yang dibuktikan dengan pendapatnya bahwa semua praktek keagamaan dalam islam hendaknya tidak boleh taklid semata-mata, melainkan perlu didasari kepada kesungguhan mengikuti ajaran islam dan sunnah rasul.[13]










BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Ahmad Dahlan merupakan salah satu tokoh yang memiliki cita-cita untuk memadukan bangsa, dengan  berdasarkan pada upaya mewujudkan cita-ciat ajaran islam yang membawa rahmat bagi seluruh alam. Upaya Ahmad Dahlan untuk mengatasi keterpurukan ummat islam adalah kembali kepada ajaran islam yang murni sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits.
Usaha Ahmad Dahlan di bidang pendidikan terlihat pada perangnya penggabungan ilmu agama dan umum dengan cara mengajarkan ilmu tersebut di madrasah. Sedangkan dalam bidang dakwah, beliau melakukan dakwah bil hal, yaitu dakwah yang menekankan pada perbuatan yang menyentuh langsung perbaikan kehidupan keagamaan.
Sebagai tokoh pembaharu di bidang pendidikan, dakwah, dan sosial keagamaan, Ahmad Dahlanmenghadapi hambatan yang sangat besar dari kaum tradisionalis. Namun berkat kesabaran dan keteguhan dalam menyampaikan ajaran islam dapat terlaksana. Hal ini terlihat dari meluasnya gerakan dan program kerjanya ke seluruh Indonesia melalui organisasi Muhammadiyah yang telah didirikannya.

















DAFTAR PUSTAKA

  1. Nata, Abudin. Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia.  Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.

  1. Nizar, Syamsul. Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan praktis, Jakarta: Ciputat, 2002.


  1. Mulkhan, Abd Munir. Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah dalam Persepektif Perubahan Sosial.  Jakarta: BUmi Aksara, 1990.

  1. ……………. Paradigma Inteleqtual Muslim, Yogyakarta: Sipress, 1993.

  1. Ramayulis dan Samsul Mizan. Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam Mengenal Tokoh Pendidikan Islam di Dunia Islam dan Indonesia, Jakarta: Ciputat Press Group, 2005.

  1. Taufik, Akhmad. Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.

  1. Jurnal Ilmiah, Memahami Berfikir Kritis Transformatif, Kutai Timur: STAI Sangaita, 2008.






















RIWAYAT HIDUP
a                                       Syamsul Arifin dilahirkan di Dusum Oberran RT 01/RW 06 Desa Murtajih Kecamatan Pademauwu Kabupaten Pamekasan. Lahir pada Tanggal 26 April 1989 anak ke 1 dari 2 bersaudara, putra dari bapak M. Sajjadi dan Ibu Hamsiya .
Pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi di tempuh di sejumlah tempat yang berbeda. Sekolah dasar lulus pada tahun 2001 di SDN Murtajih II,  SLTP tahun 2004 di MTs. Negeri Pademawu, SMA tahun 2006 di Madrasah Aliyah Negeri Jungcangcang Pamekasan I, sedangkan perguruan tinggi  ditempuh di STAIN Pamekasan sejak tahun 2007, pada jurusan Tarbiyah, Program Studi Pendidikan Agama Islam. (085 334 820 495)



[1]   Prof. Dr. H. Ramayulis, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam Mengenal Tokoh Pendidikan Islam di Dunia Islam, (Jakarta: Ciputat Press Group, 2005), hlm., 202
[2]   Ibid, hlm. 203
[3]   Abdul Munir Muhkam, Paradigma Inteleqtual Muslim, (Yogyakarta: Sipress, 1993), hlm., 37
[4]   Dr. H. Syamsul Nizar, MA, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan praktis, (Jakarta: Ciputat, 2002), hlm. 100
[5] Jurnal Ilmiah, Memahami Berfikir Kritis Transformatif, (Kutai Timur: STAI Sangaita, 2008), hlm. 84
[6]   Prof. Dr. H. Ramayulis, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam Mengenal Tokoh Pendidikan Islam di Dunia Islam dan Indonesia, (Jakarta: Ciputat Press Group, 2005), hlm. 202
[7]   Abdul Munir Muhkam, Paradigma Inteleqtual Muslim, (Yogyakarta: Sipress, 1993), hlm. 146
[8] Dr. H. Syamsul Nizar, MA, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan praktis, (Jakarta: Ciputat, 2002), hlm. 107
[9] Ibid, hlm. 108
[10] Prof. Dr. H. Abudin Nata. Md, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 103
[11] Akhmad Taufik dkk, Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 132
[12] Jurnal Ilmiah, Memahami Berfikir Kritis Transformatif, (Kutai Timur: STAI Sangaita,        ), hlm. 77
[13] Taufik, Sejarah Pemikiran, hlm. 132-133

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Search This Blog

Blogroll

Blogger templates