Pages

Ads 468x60px

Sabtu, 14 Januari 2012

Pendidikan agama islam dan penguatan kesehatan mental


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pendidikan islam mempunyai sejarah yang panjang. Dalam pengertian seluas-luasnya, pendidikan islam berkembang seiring dengan kemunculan islam itu sendiri. Dalam konteks masyarakat arab, dimana islam lahir dan pertama kali berkembang, kedatangan islam lengkap dengan usaha-usaha pendidikan untuk tidak menyebut system merupakan trasformasi besar. Sebab, masyarakat arab pra-islam pada dasarnya tidak mempunyai system pendidikan formal.
Pada masa awal perkembangan islam, tentu saja pendidikan formal yang sistematis belum terselenggara. Pendidikan yang berlangsung dapat di katakan umumnya bersifat imformal. Dan inipun lebih berkaitan dengan upaya-upaya dakwah islamiyah penyebaran, dan penanaman dasar-dasar kepercayaan dan ibadah islam.
Melalui pembahasan psikologi agama ini, diharapkan sedikit mampu memberikan wawasan tentang permasalahan “pendidikan agama islam dan penguatan kesehatan mental”, semoga makalah sederhana ini mampu menjadi pengantar diskusi kelas yang hangat dan dinamis.












BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pendidikan kata ini di letakkan kepada islam telah didefinisikan secara berbeda-beda oleh berbagai kalangan, yang banyak di pengaruhi pandangan dunia ( weltanschauung) masing-masing. Namun, pada dasarnya, semua pandangan yang berbeda itu bertemu dalam semacam kesimpulan awa, bahwa pendidikan suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih fektif dan efisien.
Secara lebih filosofis Muhammad natsir dalam tulisan “ ideolgi didikan islam” yang dinamakan pendidikan ialah suatu pimpinan jasmani dan rohani menuju kesempurnaan dan kelengkapan arti kemanusiaan dengan arti sesungguhnya[1].
         Sementara itu, Hasan langgulung merumuskan pendidikan islam sebagai suatu “ proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk meramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat[2].
Jadi Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa agar memahami (knowing), terampil melaksanakan (doing), dan mengamalkan(being) agama Islam melalui kegiatan pendidikan. Tujuan pendidikan AgamaIslam di sekolah (bukan di madrasah) ialah murid memahami, terampilmelaksanakan, dan melaksanakan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-harisehingga menjadi orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT berakhalak mulia dalam kehidupan pribadi, berkeluarga, bermasyarakat,berbangsa dan bernegara.
Optimalisasi Pendidikan Agama Islam (PAI) tidak berarti penambahanjumlah jam pelajaran di sekolah, tetapi melalui optimalisasi upaya pendidikanagama Islam.itu berupa optimalisasi mutu guru agama Islam dan optimalisasisarana.
Karakteristik utama PAI adalah banyaknya muatan komponen being, disamping sedikit komponen knowing dan doing. Hal ini menuntut perlakuanpendidikan yang banyak berbeda dari pendidikan bidang studi umum. Pembelajaran untuk mencapai being yang tinggi lebih mengarahkan padausaha pendidikan agar murid melaksanakan apa yang diketahuinya itu dalamkehidupan sehari-hari. Bagian paling penting dalam PAI ialah mendidik muridagar beragama; memahami agama (knowing) dan terampil melaksanakanajaran agama (doing) hanya mengambil porsi sedikit saja. Dua yang terakhir inimemang mudah.
Berdasarkan pengertian itulah pendidikan agama Islam memerlukan
pendekatan pendekatan naql, akal dan qalbu. Selain itu juga diperlukan saranayang memadai sehingga mendukung terwujudnya situasi pembelajaran yangsesuai dengan karakter pendidikan agama Islam. Sarana ibadah, seperti
masjid/mushallah, mushaf al-Quran, tempat bersuci/tempat wudlu merupakansalah satu contoh sarana pendidikan agama Islam yang dapat dipergunakansecara langsung oleh siswa untuk belajar agama Islam.Peningkatan mutu guru agama Islam diarahkan agar ia mampu mendidikmuridnya untuk menguasai tiga tujuan tadi.Untuk itu perlu ditingkatkankemampuannya dalam penguasaan materi pelajaran agama, penguasaanmetodologi pengajaran, dan peningkatan keberagamaannya sehingga ia pantasmenjadi teladan muridnya.
Banyak orang memberikan penilaian terhadap keberhasilan guru agamaIslam (GAI). Pada umumnya, mereka menyatakan bahwa GAI banyak gagaldalam pelaksanaan pendidikan agama Islam.Penelitian menunjukkan bahwa pada aspek knowing dan doing guruagama tidak gagal; mereka banyak gagal pada pembinaan aspekkeberagamaan (being). Murid-muridnya memahami ajaran agama Islam,terampil melaksanakan ajaran itu, tetapi mereka sebagiannya tidakmelaksanakan ajaran Islam tersebut dalam kehidupannya sehari-hari. Mereka memahami hukum dan cara shalat lima, terampil melaksanakan shalat lima,tetapi sebagian dari murid itu tidak melaksanakan shalat lima. Mereka tahukonsepjujur, mereka tahu cara melaksanakan jujur, tetapi sebagian dari merekatetap sering tidak jujur dalam kehidupannya sehari-hari.
B.     Pengaruh Agama Terhadap Kesehatan Mental
Orang yang sehat mentalnya adalah orang yang dalam rohani atau dalam hatinya selalu merasa tenang, aman dan tentram dikala agama dan kejiwaan dihubungkan antara agama sebagai keyakinan dan kesehatan jiwa terletak sikap penyerahan diri seseorang terhadap suatu kekuasaan yang maha tinggi. Cukup logis kalau sitiap agama mewajibkan penganutnya untuk melaksanakan ajarannya secara rutin. Tindak ibadah setidak-tidaknya akan memberi rasa bahwa hidup lebih menjadi makna dan manusia sebagai makhluk yang memiliki kesatuan jasmani dan rohani secara takterpisah.
Salah satu ilmu jiwa, yang tergolong dalam spikologi komanistika dikenal logoterapi, kemudian logoterapi menitik beratkan pada pemahaman bahwa dambaan utama manusia yang asasi atau mutif dasar manusia adalah hasrat untuk hidup bermakna, diantara hasrat itu terungkap dalam keinginan manusia untuk memiliki kebebasan dalam menemukan makna hidup.
      Makna hidup adalah hal-hal yang memberikan nilai khusus bagi seseorang, yang bila di penuhi akan menjadikan hidupnya berharga dan akhirnya akan menimbulkan penghayatan bahagia[3].
      Logoterapi menunjunjukkan tiga bidang kegiatan secara potensial memberi peluang kepada seseorang untuk menemukan makna hidup bagi dinya sendiri (jalaluddin.2003:153)
1)      Kegiatan berkarya, bekerja dan mencipta
2)      Keyakinan dan penghayatan atas nilai-nilai tertentu (kebenaran, keindahan, kebajikan)
3)      Sikap tepat yang diambil dalam keadaan dan penderitaan.
C.    Prinsip-prinsip kesehatan mental[4]
·         Prinsip-prinsip yang didasarkan pada kodrat manusia
Prinsip kematangan mental dan penyesuaian diri yang baik memerlukan suatu perkembangan yang berlanjut dalan diri manusia mengenai sifat-sfat moral yang tinggi. Yang maksud dengan sifat-sifat morak yang tinggi meliputi: keadilan, kebijaksanaan, ketetapan pendirian, keberanian, pngekangan diri dan pembatas diri, intekrias, rendah hati, keikhlasan atau ketulusan.
·         Prinsip-prinsip didasarkan pada hubungan manusia dengan manusia lain dan lingkungannya
Prinsip kesehatan mental dan adjustment menghendaki sikap yang realitas tanpa diputar balik serta menerima hal-hal yang objektif dan sehat. Sikap dan pengetahuan mengenai diri sendiri harus realistis dan sehat. Demikian juga manusia harus realistis dan objektif dalam memandang dan bersikap mengenai kenyataan dalam kehidupan sehari-hari.
·         Prinsip-prinsip yang didasarkan pada hubungan manusia dengan tuhan
Prinsip kesehatan mental dan ketenangan batin menghendaki hubungan aktif dan konstan dengan tuhan melalui penerimaan dan pelaksanaan perintahnya serta meninggalkan larangannya. Pengakuan secara intlektual tentang ketergantungan manusia kepada tuhan tidak cukup. Pengakuan itu harus direalisasikan  melalui hubungan aktif dengan tuhan berupa shalat, berpuasa, berkorban, dan melakukan perintahnya yang lain sesuai kemampuan kita serta meninggalkan larangannya, tanpa ibadah, pengakuan hubungan tuhan hanya hayalan belaka shalat, berdoa dan tata cara ibadah lain merupakan pendekatan jiwa raga, hati dan pikiran kepada tuhan akan dapat mengusir rasa cemas, rasa takut, dan kebahagiaan (Ahyadi, 2001:207).






















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Jadi Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa agar memahami (knowing), terampil melaksanakan (doing), dan mengamalkan(being) agama Islam melalui kegiatan pendidikan. Tujuan pendidikan AgamaIslam di sekolah (bukan di madrasah) ialah murid memahami, terampi lmelaksanakan, dan melaksanakan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-harisehingga menjadi orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT berakhalak mulia dalam kehidupan pribadi, berkeluarga, bermasyarakat,berbangsa dan bernegara.
Makna hidup adalah hal-hal yang memberikan nilai khusus bagi seseorang, yang bila di penuhi akan menjadikan hidupnya berharga dan akhirnya akan menimbulkan penghayatan bahagia.

















DAFTAR PUSTAKA

Ƙ  Atiqullah, Dasar-dasar Psikologi Agama, Madura: Stain Press, 2006

Ƙ  Langgulung, Hasan, Beberapa pemikiran Tentang Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma’arif, 1980

Ƙ  Natsir, Mihd., Kavita selekta, Gravenhage, Bandung, 1954


























RIWAYAT HIDUP
a                                       Syamsul Arifin dilahirkan di Dusum Oberran RT 01/RW 06 Desa Murtajih Kecamatan Pademauwu Kabupaten Pamekasan. Lahir pada Tanggal 26 April 1989 anak ke 1 dari 2 bersaudara, putra dari bapak M. Sajjadi dan Ibu Hamsiya .
Pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi di tempuh di sejumlah tempat yang berbeda. Sekolah dasar lulus pada tahun 2001 di SDN Murtajih II,  SLTP tahun 2004 di MTs. Negeri Pademawu, SMA tahun 2006 di Madrasah Aliyah Negeri Jungcangcang Pamekasan I, sedangkan perguruan tinggi  ditempuh di STAIN Pamekasan sejak tahun 2007, pada jurusan Tarbiyah, Program Studi Pendidikan Agama Islam. (085 334 820 495)



[1] Mohd. Natsir, Kavita Selekta, (s’Gravenhage, Bandung, 1954), hal. 87
[2] Hasan Langgulung, Beberapa pemikiran tentang pendidikan islam, (Al-Ma’arif, Bandung, 1980), hal. 94
[3] Atiqullah, Dasar-dasar psikologi agama (Madura: Stain Press, 2006), hal. 70
[4] Ibid, hal. 70

Tujuan dan Materi Dakwah


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Dakwah merupakan suatu rangkaian kegiatan atau proses, dalam rangka mencapai sesuatu tujuan tertentu. Tujuan ini dmaksudkan memberi arah atau pedoman bagi gerak langkah bagi kegiatan dakwah. Sebab tanpa tujuan yang jelas seluruh aktivitas dakwah akan sia-sia (tiada artinya). Tujuan dakwah meruapkan salah satu unsur dakwah. Dimana antara unsur dakwah antara yang satu dengan yang lainnya saling membantu, mempengaruhi, berhubungan (sama pentingya).
Unsur lain selalu ada pada tujuan dakwah dan materi dakwah. Karena dakwah merupakan pesan yang disampaikan oleh seoang da’i. Dalam hal ini sudah jelas menjadi materi dan tujuan dakwah adalah ajaran islam itu sendiri. Oleh karena itu tujuan dan materi dakwah menjadi suatu target-terget tertentu untuk dicapai dalam jangka waktu tertentu, sedangkan yang menjadi sasaran tujuan dari dakwah adalah masyarakat luas yang membutuhkan materi-materi tentang baik itu dalam bentuk akidah, syari’ah maupun akhlak, sehingga nantinya terbentuk moral yang menguasai kalbunya di dalam dirinya.    
B.     Rumusan Masalah
            Bedasarkan latar belakang masalah diatas dapat kami ambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apa sajakah tujuan dakwah?
2.      Hal-hal apa sajakah yang timbul ketika muncul materi dakwah? 
C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui apa sajakah tujuan dakwah
2.      Untuk mengetahui hal-hal apa sajakah yang timbul ketika muncul materi dakwah





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Tujuan Dakwah
Tujuan dakwah sebagai bagian dari seluruh aktivitas dakwah yang sama pentingya daripada unsur-unsur lainnya, seperti subyek dan obyek dakwah, metode dan sebagainya. Bahkan lebih dari tujuan dakwah sangat menentukan dan berpengaruh terhadap penggunaan metode dan media dakwah, sasaran dakwah sekaligus strategi dakwah juga ditentukan atau berpengaruh olehnya (tujuan dakwah). Ini disebabkan karena tujuan merupakan arah gerak yang hendak dituju seluruh aktivitas dakwah. Yang mana kesemuanya tersebut dimulai dari motivasi dan kesenangan di dalam berdakwah.[1]  
1.      Tujuan Umum Dakwah (Major Obyektive)
Sebenarnya tujuan dakwah adalah tujuan yang diturunkannya agama islam bagi ummat manusia itu sendiri, yaitu untuk membuat manusia yang memiliki kualitas aqidah, ibadah, serta akhlak yang tinggi.
Bisri Affandi mengatakan bahwa yang diharapkan oleh dakwah adalah terjadinya perubahan dalam diri manusia, baik kelakuan adil maupun aktual, baik pribadi maupun keluarga masyarakat, cara berfikir berubah, cara hidupnya berubah menjadi lebih baik ditinjau dari segi kualitas maupun kuantitas. Yang dimaksud adalah nilai-nilai agama sedangkan kualitas adalah bahwa kebaikan yang bernilai agama itu semakin dimiliki banyak orang dalam segala situasi dan kondisi.[2]    
Amrul Ahmad mengatakan tujuan dakwah adalah untuk memengaruhi cara merasa, berfikir, bersikap, dan bertindak manusia pada dataran individual dan sosio kultural dalam rangka terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan.[3] 
Kedua pendapat diatas menekankan bahwa dakwah bertujuan untuk mengubah sikap mental dan tingkah laku manusia yang kurang baik atau meningkatkan kualitas iman dan islam seseorang secara sadar dan timbul kemaunnya sendiri tanpa merasa terpaksa oleh apa dan siapapun.[4]
Salah satu tugas pokok dari Rasullah adalah membawa mission sacre (amanah suci) berupa menyempurnakan akhlak yang mulia bagi manusia. Dan akhlak yang dimaksudkan ini tidak lain adalah Al-quran sendiri-sebab hanya kepada Al-quran-lah setiap pribadi muslim itu akan berpedoman, atas dasar ini tujuan dakwah secara luas, dengan sendirinya adalah menegakkan ajaran Islam kepada setiap insan baik individu maupun masyarakat, sehingga ajaran tersebut mampu mendorong suatu perbuatan sesuai dengan ajaran tersebut.[5]    
2.      Tujuan Khusus Dakwah (Minor Obyectif)
Tujuan khusus dakwah merupakan perumusan tujuan sebagai perincian dari pada tujuan umum dakwah. Tujuan ini dimaksudkan agar dalam pelaksanaan seluruh aktivitas dakwah dapat jelas diketahui kemana arahnya, ataupun jenis kegiatan apa yang kehendak dikerjakan, kepada siapa berdakwah, dengan cara menjelaskan informasi yang berwibawa[6] dan terperinci. Sehingga tidak terjadi overlaping antara juru dakwah yang satu dengan yang lainnya yang hanya disebabkan karena masih umumnya tujuan yang hendak dicapai.
Oleh karena itu di bawah ini disajikan beberapa tujuan khusus dakwah sebagai terjemahan dari major obyektive yaitu:
a.       Mengajak ummat manusia yang sudah memeluk agama Islam untuk selalu meningkatkan taqwanya kepada Allah swt. Artinya mereka diharapkan agar senantiasa mengerjakan segala perintah Allah dan selalu mencegah atau meninggalkan perkara yang dilarangya. Sebagaimana firman Allah:
(#qƧRur$yĆØs?ur n?tĆ£ ƎhŽĆ‰9Ćø9$# 3uqĆø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qƧRur$yĆØs? n?tĆ£ ƉOĆøOM}$# ƈbĀŗurĆ“Ć£ĆØĆø9$#ur 4
(#qĆ )¨?$#ur ©!$# ( ¨bƎ) ©!$# ƟƒĆx© Ɖ>$s)ƏĆØĆø9$# ƇƋƈ
Artinya:  Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya (bagi orang yang tolong menolong dalam kejahatan). (Al-Qur’an Surat Al-Maidah Ayat 2).
b.      Membina mental agama (Islam) bagi kaum yang mualaf. Muallaf artinya bagi mereka yang masih mengkhawatirkan tentang keislaman dan keimananya (baru beriman). Sebagaimana firman Allah:
Ÿw Ɵ#Ək=s3Ć£ƒ ĀŖ!$# $²¡ĆøĆætR žwƎ) $ygyĆØĆ³Ć£r ƇƋƑƏƈ
Artinya:  Tidaklah berarti oleh Allah akan sesuatu diri, melainkan sekedar kekuasaanya (kemampuanya). (Al-Qur’an Surat Al-BAqarah 286)
c.       Mengajak ummat manusia yang belum beriman agar beriman kepada Allah (Memeluk Agama Islam). Tujuan ini bersandarkan atas firman Allah:
$pkšr'¯»tƒ Ć¢¨$¨Y9$# (#rƟƧ6Ć“Ć£$# Ć£NƤ3­/u Ə%©!$# ƶNƤ3s)n=s{ tĆ»ĆÆƏ%©!$#ur `ƏB ƶNƤ3Ǝ=ƶ6s% ƶ
NƤ3ĀŖ=yĆØs9 tbqĆ )­Gs? ƇƋƊƈ
Artinya: Hai sekalian manusia, beribadahlah kamu kepada Tuhanmu, yang Telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa kepada Allah. (Al-Qur’an Surat Al-Baqarah 21)
¨bƎ) šĆŗĆÆƏe$!$# yYĆĆ£ «!$# ƞO»n=Ć³M}$#  ƇƊƒƈ
Artinya:  Sesungguhnya agama yang benar di sisi Allah ialah Islam. (Al-Qur’an Surat Al-Imran Ayat 19) 
d.      Mendidik dan mengajar anak-anak agar tidak menyimpang dari fitrahnya. Dalam Al-Qur’an telah disebutkan bahwa manusia sejak lahir telah membawa fitrahnya yakni beragama islam (agama tauhid). Disebutkan dalam Al-Qur’an yang berbunyi sebagai berikut:
Ć³OƏ%r'sĆ¹ y7ygĆ“_ur ƈƻĆÆƏe$#Ə9 $ZĆæƏZym 4 |NtĆ“ĆœĆĆ¹ «!$# ƓƉL©9$# tsƜsĆ¹ }¨$¨Z9$# $pkƶŽn=tƦ 4 Ÿw Ÿ@ƒĆĆ¶7s?
ƈ,Ć¹=yƜƏ9 «!$# 4 šĆ9ĀŗsŒ ƚĆŗĆÆƏe$!$# ƞOƍhŠs)Ćø9$#  Ć†Ć…3»s9ur uŽsYĆ²2r& Ƅ¨$¨Z9$# Ÿw tbqƟJn=Ć“ĆØtƒ ƇƌƉƈ
Artinya:  Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (Al-Qur’an Surat Al-Imran Ayat 19)   
Tujuan dakwah seperti di atas bila dihubungkan dengan tujuan umum pendidikan agama islam di lembaga-lembaga pendidikan formal di Indonesia tampaknya sangat identik,[7] karena tujuan utama dari dakwah adalah agar hasil yang ingin dicapai oleh keseluruhan tindakan dakwah yaitu terwujudnya kebahagian dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat. Sedangkan tujuan perantara dari dakwah adalah membentuk nilai yang dapat mendatangkan kebahagian, keindahan dan dan kesejateraan yang diridhoi oleh Allah masing-masing sesuai sesuai dengan segi atau bidangnya.[8]  
Tujuan umum dan tujuan khusus dari dakwah adalah terwujudnya individu dan masyarakat yang menghayati dan mengamalkan ajaran islam dalam semua lapangan hidupnya adalah tujuan yang sangat ideal dan memerlukan waktu serta tahap-tahap panjang. Oleh karena itu maka perlu ditentukan tujuan-tujuan perantara pada tiap-tiap tahap atau tiap-tiap bidang yang dapat menunjang tercapainya tujuan dari dakwah.[9]
B.     Materi Dakwah
         Pada dasarnya materi dakwah Islam tergantung pada tujuan dakwah yang hendak dicapai. Namun secara global dapatlah dikatakan bahwa materi dakwah dapat diklafikasikan menjadi tiga hal pokok, yaitu:[10]
1.      Masalah keimanan (aqidah)
Keimanan dalam islam adalah bersifat I’tiqad bathiniyah yang mencakup masalah-masalah yang erat hubungannya dengan rukun iman. Yang meliputi:
a.       Iman kepada Allah
b.      Iman kepada malaikat-Nya
c.       Iman kepada kitab-kitab-Nya
d.      Iman kepada kepada rasul-rasul-Nya
e.       Iman kepada hari akhir
f.       Iman kepada qadha dan qodar
Di bidang aqidah ini bukan saja pembahasanya tertuju pada masalah-masalah yang wajib di imani, akan tetapi materi dakwah meliputi juga masalah yang dilarang sebagai lawanya, meliputi
a.       Syirik (menyekutukan adanya tuhan)
b.      Inkar dengan adanya tuhan
2.      Masalah keislaman (syariah)
Syariah dalam islam adalah berhubungan erat dengan amal lahir (nyata) dalam rangka mentaati semua peraturan/hukum Allah guna mengatur hubungan antara manusia dengan tuhanya dan mengatur pergaulan hidup antara sesama manusia. Yang meliputi:
a.       Ibadah (dalam arti khas):
1.      Thaharah
2.      Shalat
3.      Zakat
4.      Shaum
5.      Haji
b.      Muamalah dalam arti luas
1.      Al-Qununul khas (hukum perdata)
a.       Muamalah (hukum niaga)
b.      Munakahat (hukum nikah)
c.       Waratsah (hukum waris)
2.      Al-Qununul ‘am (hukum publik)
a.       Hinayah ((hukum pidana)
b.      Khilafah (hukum negara)
c.       Jihad (hukum perang dan damai)
3.      Masalah budi pekerti (akhlakul karimah)
Masalah akhlak dalam aktivitas dakwah (sebagai materi dakwah) merupakan pelengkap saja, yakni untuk melengkapi keimanan dan keislaman seseorang. Meskipun akhlak ini berfungsi sebagai pelengkap, bukan berarti masalah akhlak kurang penting dibandingkan dengan masalah keimanan dan keislaman, akan tetapi akhlak adalah sebagai penyempurna keimanan dan keislaman. Yang meliputi:
a.       Akhlaq terhadap khaliq
b.      Akhlaq terhadap makhluk, yang meliputi:
1.      Akhlaq terhadap manusia
a.       Diri sendiri
b.      Tetangga
c.       Masyarakat
2.      Akhlaq terhadap bukan manusia
a.       Flora
b.      Fauna[11]
Ali Yafie menyebutkan lima pokok materi dakwah, yaitu
1.      Masalah Kehidupan
Kehidupan yang dianugerahkan Allah kepada manusia merupakan modal dasar yang harus dipergunakan secermat mungkin. Dakwah memperkenalkan dua jenis kehidupan, yaitu kehidupan di bumi yang sangat terbatas ruang dan waktu. Dan kehidupan akhirat yang terbatas dan kekal abadi sifatnya.
2.      Masalah Manusia
Bahwa manusia adalah makhluk yang mempunyai hak hidup, hak memilki, hak berketurunan, hak berfikir sehat, dan hak menganut keyakinan yang di imani. Serta diberi kehormatan untuk mengemban penegasan Allah yang mencakup:
a.       Pengenalan yang benar dan pengabdian yang tulus kepada Allah
b.      Pemeliharaan dan pengembangan dirinya dalam perilaku dan perangai yang luhur
c.       Memelihara hubungan yang baik, yang damai, dan rukun dengan lingkungannya (sosial dan cultural)
3.      Masalah harta benda
Masalah benda (mal) yang merupakan perlambang kehidupan dalam firman Allah yang berbunyi:
Ć£A$yJĆø9$# tbqĆ£Zt6Ćø9$#ur ĆØpuZƒĆŽ ƍo4quŠysĆø9$# $u÷R9$# ( Ć M»uŠĆ‰)»t7Ćø9$#ur Ć M»ysƎ=»¢Ć9$# Ć®ŽĆ¶yz yZĆĆ£ y7Ǝn/u
$\/#uqrO Ć®ŽĆ¶yzur WxtBr& ƇƍƏƈ
Artinya:  Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.
Maksudnya disini tidak akan dibenci dan hasrat untuk memilikinya tidak dimatikan dan tidak dibekukan. Akan tetapi ia hanya dijinakkan dengan ajaran qona’ah dan dengan ajaran cinta sesama dan kemasyarakatan, yaitu ajaran infaq (pengeluaran dan pemanfaatan) harta benda bagi kemaslahatan diri dan masyarakat.  
4.      Masalah Ilmu Pengetahuan
Dakwah menerangkan tentang pentingya ilmu pengetahuan, sebab ilmu pengetahuan adalah hak semua manusia islam menetapkan tiga jalur ilmu pengetahuan:
a.       Mengenal tulisan dan membaca
b.      Penalaran dalam penelitian atas rahasia-rahasia alam
c.       Pengambaran di bumi sperti study tour dan ekspedisi ilmiah
5.      Masalah Aqidah 
Keempat pokok yang menjadi amteri dakwah di atas harus berpangkal pada akidah islamiah. Akidah mengikat kalbu manusia dan menguasai batinnya. Akidah inilah yang membentuk moral (akhlak) manusia. Oleh karena itu, pertama kali yang dijadikan materi dakwah Rasullah adalah akidah dan keimanan. Dengan iman yang kukuh akan lahir keteguhan dan pengorbanan yang akan selalu menyertai setiap langkah dakwah.[12]
Apabila semua sasaran dakwah sudah dikenal, pesan akan lebih mudah disiapkan. Materi dakwah dapat dibedakan menurut jenis atau kelompok objek dakwah. Materi itu dikelompokkan dengan kemasan yang baik sehingga mempunyai bobot yang dalam dan luas, lebih lagi menyangkut hukum-hukum islam dan kemasyarakatan. Kadar rasionalitas, aktual serta argumentatif perlu diperhitungkan, karena tidak mustahil objek dakwah lebih menguasai dari pelaku dakwah. Semua materi dakwah itu tentu harus merujuk pada sumber pokok, yaitu Al-qur’an dan Sunnah Rasullah. Bertolak dari materi yang disampaikan itu kegiatan dakwah dalam bentuk implementatif mudah dilaksanakan sebagai realisasi pengalamannya.[13]  







































BAB III
PENUTUP

Dari pembahasan di atas dapat kami ambil kesimpulan sebagai berikut:
A.    Kesimpulan
1.      Tujuan dakwah ada dua yaitu tujuan dakwah secara umum dan tujuan dakwah secara khusus, tujuan dakwah secara umum adalah mengubah sikap mental dan tingkah laku manusia yang kurang baik atau meningkatkan kualitas iman dan islam seseorang secara sadar dan timbul kemaunnya sendiri tanpa merasa terpaksa oleh apa dan siapapun. Tujuan dakwah secara khusus adalah Mengajak ummat manusia yang sudah memeluk agama Islam untuk selalu meningkatkan taqwanya kepada Allah swt, Membina mental agama (Islam) bagi kaum yang mualaf. Muallaf artinya bagi mereka yang masih mengkhawatirkan tentang keislaman dan keimananya (baru beriman), Mengajak ummat manusia yang belum beriman agar beriman kepada Allah (Memeluk Agama Islam), Mendidik dan mengajar anak-anak agar tidak menyimpang dari fitrahnya..
2.      Hal-hal yang timbul di dalam materi dakwah, yaitu: Masalah keimanan (aqidah), masalah keislaman (syariah), masalah budi pekerti (akhlakul karimah)
B.     Saran
Kita sebagai mahasiswa harus bisa menyampaikan dakwahnya dengan lidahnya sendiri dan berdakwah secara jujur dan adil terhadap semua golongan dan kelompok ummat dan tidak terpengaruh pada penyakit hati sehingga di dalam berdakwah nantinya bisa dengan niat ikhlas hanya karena Allah dan mengharap ridhanya.








DAFTAR PUSTAKA

1.      Ahmad Mubarok, Psikologi Dakwah, Pustaka Firdaus, Jakarta: 2002
2.      Bisri Affandi, Beberapa Percikan Jalan Dakwah, Fakultas Dakwah Surabaya, Surabaya: 1984
3.      Amrullah Ahmad, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, Primaduta, Yogyakarta: 1983
4.      Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, Kencana, Jakarta: 2004
5.      Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, Gaya Baru Pertama,  Jakarta: 1997
6.      Ahmad Mubarok, Psikologi Dakwah, Pustaka Firdaus, Jakarta: 2001
7.      Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, Al-Ikhlas, Surabaya: 1983
8.      Mohammad Hasan, Buku Ajar Ilmu Dakwah, STAIN Pamekasan, Pamekasan: 2000
9.      Endang Saifuddin, Wawasan Islam, Rajawali, Jakarta: 1966
10.  Ali Yafie, Dakwah dalam Al-Qu’an dan As-Sunnah,              , Jakarta: 1992
11.  RB. Khatib Pahlawan Kayo, Manajemen Dakwah: Dari Dakwah Konvensional Menuju Dakwah  Profesional, Amzah, Jakarta: 2007



















RIWAYAT HIDUP
a                                       Syamsul Arifin dilahirkan di Dusum Oberran RT 01/RW 06 Desa Murtajih Kecamatan Pademauwu Kabupaten Pamekasan. Lahir pada Tanggal 26 April 1989 anak ke 1 dari 2 bersaudara, putra dari bapak M. Sajjadi dan Ibu Hamsiya .
Pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi di tempuh di sejumlah tempat yang berbeda. Sekolah dasar lulus pada tahun 2001 di SDN Murtajih II,  SLTP tahun 2004 di MTs. Negeri Pademawu, SMA tahun 2006 di Madrasah Aliyah Negeri Jungcangcang Pamekasan I, sedangkan perguruan tinggi  ditempuh di STAIN Pamekasan sejak tahun 2007, pada jurusan Tarbiyah, Program Studi Pendidikan Agama Islam. (085 334 820 495)



[1]   Ahmad Mubarok, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), hlm. 31
[2]   Bisri Affandi, Beberapa Percikan Jalan Dakwah, (Surabaya: Fakultas Dakwah Surabaya, 1984), hlm. 3
[3]   Amrullah Ahmad, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, (Yogyakarta: Primaduta, 1983), hlm. 2
[4]   Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2004), hlm. 60
[5]   Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Baru Pertama, 1997), hlm. 47
[6]   Ahmad Mubarok, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), hlm. 183
[7]   Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), hlm. 55-60
[8]   Mohammad Hasan, Buku Ajar Ilmu Dakwah, (Pamekasan: STAIN Pamekasan, 2000), hlm. 29-30
[9]   Ibid,  hlm. 30
[10] Ibid, hlm. 60
[11]  Endang Saifuddin, Wawasan Islam, (Jakarta: Rajawali, 1966),  hlm. 71
[12] Ali Yafie, Dakwah dalam Al-Qu’an dan As-Sunnah, (Jakarta: Makalah Seminar, 1992), hlm. 10
[13] RB. Khatib Pahlawan Kayo, Manajemen Dakwah: Dari Dakwah Konvensional Menuju Dakwah  Profesional, (Jakarta: Amzah, 2007), hlm 53

Search This Blog

Blogroll

Blogger templates