A. Judul
Penelitian
Strategi Pengembangan Alat Pendidikan Islam di MAN Pamekasan
B. Konteks
Penelitian
Apakah kira-kira yang dapat diharapkan dari
perubahan-perubahan sistem alat pendidikan islam ini? alat pendidikan islam
tiap kali dilaksanakan oleh gurunya, semboyan-semboyan seperti peningkatan
Sumber Daya Manusia (SDM), pembentukan sekolah unggul, mari kita tingkatkan
gemar membaca, terus menerus dengan lewat semua media massa. Ini merupakan
upaya untuk memperbaiki nasib bangsa namun sekarang ada yang kurang tersentuh,
yaitu bagaimana usaha agar dapat meningkatkan kemandirian siswa dengan belajar
dengan sesuatu contoh mengekspresikan gagasanya lewat lisan dan tulisan.
Seolah-olah sekarang terjadi proses pembinaan terhadap murid-murid.
Dalam melakukan segala aktivitas setiap individu
dipengaruhi oleh pergaulan yang di dalamnya terdapat pengaruh yang dilakukan
oleh pendidik terhadap anank didik, yang bermaksud memberi bimbingan atau
pertolongan terhadap pertumbuhan anak ke arah kedewasaanya. Jadi uasaha atau
pengaruh yang dilakukan si pendidik itu mempunyai tujuan, ada rencana tertentu
yang hendak dicapai.
Dapat pula dikatakan bahwa pekerjaan mendidik itu
dapat di bagi menjadi dua aspek, yaitu bentuk, dan isi. Yang dimaksud dengan
isi disini ialah segala sesuatu yang mencakup tujuan atau rencana yang hendak
dicapai si pendidik tentang tujuan pendidikan. Yang dimaksud dengan bentuk
ialah segala usaha atau perbuatan yang dilakukan oleh si pendidik terhadap
anak-anak dalam usahanya mendidik anak-anak. Jadi, bentuk ialah mengenai
tingkah laku si pendidik terhadap anak didiknya, seperti memberi anjuran,
memberi perintah, menasihati dan menghukum.[1]
Alat pendidikan islam secara umum merupakan segala
sesuatu yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Daien Indra Kusuma[2]
membedakan antara faktor denagn alat pendidikan. Faktor adalah hal atau keadaan
yang ikut serta menentukan berhasil tidaknya pendidikan. Sedangkan alat adalah
langkah-langkah yang diambil demi kelancaran proses pendidikan. Dengan
demikian, alat pendidikan menurut Indera Kusuma berupa usaha dan perbuatan.
Dalam praktik pendidikan, istilah alat pendidikan
sering diidentikan dengan media pendidikan, walaupun sebenarnya pengertian alat
lebih luas dari pada media. Media pendidikan adalah alat, metode dan tekhnik
yang digunakan dalam rangka meningkatkan efektivitas komunikasi dan interaksi
dan edukatif antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di
sekolah.[3]
Di dalam dunia pendidikan terdapat bermacam alat
pendidikan sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Ahmad D. Marimba membagi alat
pendidikan ke dalam tiga bagian:
1.
Alat-alat yang memberikan perlengkapan berupa kecakapan
dan berbuat dan pengetahuan hafalan. Alat-alat ini dapat disebut alat-alat
untuk pembiasaan
2.
Alat-alat untuk memberi pengertian, membentuk sikap,
minat dan cara-cara berfikir
3.
Alat-alat yang membawa ke arah keheningan bathin,
kepercayaan dan pengarahan diri sepenuhnya kepadanya.[4]
Sedangkan Madyo Ekosilo, mengelompokkan alat
pendidikan menjadi dua kelompok, yaitu:
1.
Alat pendidikan yang bersifat material, yaitu alat-alat
pendidikan yang berupa benda-benda nyata untuk memperlancar pencapaian tujuan
pendidikan. Misalnya papan tulis, Alat tulis, penghapus, media pendidikan dalam
pembelajaran
2.
Alat pendidikan yang bersifat non material, yaitu
alat-alat pendidikan yang berupa keadaan atau kondisi, tindakan dan perbuatan
yang diadakan atau dilakukan dengan sengaja sebagai sarana dalam kegiatan
pendidikan.[5]
Dari beberapa pendapat diatas, pembagian alat
pendidikan yang dibuat Madyo Ekosusilo-material dan nonmaterial-bisa mewakili
pendapat lainya. Hanya alat pendidikan yang bersifat material, lebih tepat
disebut media pembelajaran atau peralatan belajar.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, alat
pendidikan islam di MAN Pamekasan dijadikan sebagai pembiasaan dan pengawasan
kepada siswanya untuk disiplin secara terus menerus dan dijalankan secara teratur, sehingga
pendidikan disana bersikap tegas dan teguh terhadap pembentukan siswa.
Akan tetapi melihat kondisi semacam ini, tentu saja kurang
mendukung terhadap pembinaan yang dilakukan oleh guru-guru yang ada di MAN
Pamekasan, karena apabila hanya seperti itu saja yang dilakukan, maka tidak
akan ada pengembangan alat pendidikan islam yang muncul dari anak tersebut,
dikarenakan ada paksaan yang dilakukan oleh guru, guna membentuk anak didiknya
berkualitas.
Berdasarkan fenomena di atas, maka penulis merasa
tertarik untuk menjadikan persoalan tersebut sebagai pokok penelitian dengan mengangkat judul “Strategi
Pengembangan Alat Pendidikan Islam di MAN Pamekasan”.
C. Fokus
Penelitian
Berdasarkan
konteks penelitian tersebut dan untuk mempermudah penulis dalam melakukan
penelitian maka penulis merumuskan penelitianya sebagai berikut:
1. Bagaimana memilih strategi pengembangan alat
pendidikan islam di MAN Pamekasan?
2. Faktor-faktor apa saja yang perlu
diperhatikan dalam memilih strategi pengembangan alat pendidikan islam di MAN
Pamekasan?
3. Upaya apa saja yang dilakukan agar pemilihan
dan penggunaan strategi pengembangan alat pendidikan islam di MAN Pamekasan
berjalan lancar?
D. Tujuan
Penelitian
Tujuan penelitian dapat dikatakan target yag hendak
dicapai dalam penelitian untuk dijadikan bukti kebenaran dari suatu teori yang
diungkapkan, sehubungan dengan fokus yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan
ini adalah:
1. Untuk
mengetahui bagaimana memilih strategi
pengembangan alat pendidikan islam di MAN Pamekasan
2.
Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang perlu diperhatikan dalam memilih strategi
pengembangan alat pendidikan islam di MAN Pamekasan
3. Untuk
mengetahui upaya apa saja yang
dilakukan agar pemilihan dan penggunaan strategi pengembangan alat pendidikan
islam di MAN Pamekasan berjalan lancar
E. Kegunaan
Penelitian
Secara praktis dengan melihat fokus di atas, maka
penelitian ini mempunyai kegunaan yang akan bermanfaat bagi kalangan, yaitu:
1.
Bagi peneliti, penelitian ini akan menjadi salah satu
pengalaman yang akan memperluas wawasan pengetahuan dalam bidang pendidikan
khususnya tentang alat pendidikan islam.
2.
Bagi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pamekasan,
diharapkan hasil penelitian ini memungkinkan untuk menjadi salah satu sumber
kajian bagi kalangan mahasiswa baik sebagai bahan pengajaran materi
perkuliahan, maupun untuk kepentingan penelitian lanjutan.
3.
Bagi MAN Pamekasan, sedikit banyak akan memberikan
alternatif dalam membantu terciptanya proses belajar yang efektif, agar dapat
tercapai hasil pembelajaran yang maksimal.
F. Definisi
Istilah
Untuk menghindari salah pengertian dan pemahaman dalam
penulisan ini tentang Strategi Pengembangan Alat Pendidikan Islam di MAN
Pamekasan, maka penulis akan menegaskan istilah-istilah yang dipandang perlu
didefinisikan antara lain:
1.
Strategi adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan
untuk mencapai sarana khusus
2.
Pengembangan adalah kegiatan yang dilakukan dan bertujuan
untuk meningkatkan suatu keadaan pada tahap yang lebih baik
3.
Alat pendidikan islam adalah segala sesuatu untuk
mencapai tujuan pendidikan islam.[6] Dengan
demikian maka alat ini mencakup apa saja yang dapat digunakan termasuk di
dalamnya media pendidikan
G. Kajian
Pustaka
Dalam memilih strategi pengembangan alat pendidikan
islam ada beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya:
1.
Pentingya alat itu untuk mencapai tujuan atau kesesuaian
alat itu dengan pengajaran.
Kalau tujuan hanya menyangkut bidang cognitive
(pengetahuan) misalnya siswa dapat membedakan rukun dan sunat sembahyang jum’at
dapat menyebutkan ayat berhubungan dengan shalat jum’at, menyebutkan
orang-orang yang dibolehkan tidak sembahyang jum’at dan sebagainya, maka alat
yang dipilih adalah buku teks, qur’an dan skema
Bila tujuan itu menyangkut bidang psikomotor, misalnya
siswa dapat melakukan gerakan-gerakan dalam sembahyang dengan baik. Maka alat
atau medianya adalah film, gambar orang sembahyang atau demontrasi oleh guru
sendiri.
Bila tujuan itu menyangkut bidang efektif, misalnya
siswa menyayangi fakir miskin, maka medianya adalah melaksanakan kegiatan
sosial keagamaan, mengadakan pengamatan langsung terhadap kehidupan fakir
miskin (kalau perlu observasi partisipant), menyaksikan film tentang penyantunan
fakir miskin.
2.
Alat itu harus disesuaikan dengan kemampuan siswa.
Anak sekolah menengah sudah memiliki kemampuan untuk
berfikir kritis dan kemampuan untuk mencari dan menemukan sendiri, maka alat
pendidikan yang dipakai sudah harus agak sofisticated. seperti, drama
film dan film yang menyangkut berbagai kejadian alam.
3.
Harus diperhatikan keadaan dan kondisi sekolah.
Tidak semua sekolah memiliki alat yang cukup, aliran
listrik mungkin tidak ada dan juga kemampuan guru menggunakan alat
4.
Hendaknya diperhatikan soal waktu yang tersedia untuk
mempersiapkan alat dan penggunaanya dikelas
5.
Harga atau biaya alat itu hendaknya sesuai dengan
efektivitas alat
Penerapan strategi pengembangan alat pendidikan islam
melalui dengan cara keabiasaan, pengawasan, perintah, larangan, ganjaran, dan
hukuman.
- Kebiasaan
Istilah kebiasaan berarti perbuatan yang berlangsung
secara mekanis, berhubung telah berkali-kali terulangnya.[7]
kebiasaan biasanya sering terjadi pada anak didik yang sering meniru tinkag
laku disekitarnya, sehingga kebiasaan yang baik harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
a.
Pembiasaan itu hendaklah terus menerus
(berulang-ulang), dijalankan secara teratur, sehingga akhirnya menjadi suatu
kebiasaan yang otomatis. Untuk itu dibutuhkan pengawasan
b.
Jangan memberi kesempatan kepada anak untuk melanggar
pembiasaan yang telah ditetapkan. Jadi, pendidikan hendaklah konsekuen,
bersikap tegas dan teguh terhadap pendirian yang telah diambil
c.
Pembiasaan itu pada akhirnya berdasarkan kata hati.
Pembiasaan yang mula-mula mikanistis itu harus menjadi pembiasaan yang
disertai kata hati anak tersebut
- Pengawasan
Pembiasaan yang baik membutuhkan pengawasan. Demikian
pula peraturan-peraturan dan pelarangan-pelarangan dapat berjalan dan ditaati
dengan baik jika disertai dengan pengawasan yang terus menerus. perkataan
“terus menerus” disini dimaksudkan, bahwa pendidik hendaklah konsekuen, apa
yang telah dilarang hendakanya dijaga jangan samapi dilanggar, dan apa yang
telah diperitahkan jangan sampai diingkari. pengawasan sangat perlu yakni untuk
menjaga dari bahaya-bahaya yang dapat merugikan perkembangan anak didik baik
jasmani maupun rohani.
Tujuan
pengawasan ialah membimbing anak didik, agar ia menjalankan sendiri apa yang
diperintahkan dan tidak berbuat hal yang menjadi larangan. Jelaslah, bahwa
tujuannya bukan untuk mencari kesalahan, melainkan pengawasan anak didik dalam
menghadapi dan mentaati peraturan.
Pengawasan mempunyai nilai tersendiri diantaraya: 1.
Pengawasan mendidik kata hati anak didik. 2. Pengertian anak didik tentang
norma luhur yang semakin mendalam dengan adanya pengawasan. 3. Dalam ilmu jiwa
perkembangan kita mengetahui, bahwa kemauan anak didik masih lemah. 4. Dalam
pergaulan dengan teman-temanya anak didik melihat dan mengetahui adanya teman
yang mengingkari peraturan. 5. Kemauan anak didik yang belum cukup kuat,
pendidik mengerti bahwa kemungkinan pelanggaran peraturan selalu ada.
- Perintah
Perintah bukan hanya apa yang keluar dari mulut
seseorang dan harus dikerjakan oleh orang lain, tetapi dalam hal ini anak didik
harus mengikuti perintah dan peraturan dalam pendidikan yang mengandug norma
dan kesusilaan. Adapun syarat-syarat agar perintah dapat ditaati antara lain:
a.
Perintah hendaklah terang dan singkat, jangan terlalu
banyak komentar, sehingga mudah dimnegerti oleh anak didik
b.
Perintah hendaklah sesuai dengan keadaan dan umur anak
didik, sehingga jangan sampai memberi perintah yang tidak mungkin dikerjakan
oleh anak didik, tiap perintah hendaklah disesuaikan dengan kesanggupan anak
didik.
c.
Janganlah terlalu banyak dan berlebihan dalam memberi
perintah, sebab berpotensi untuk membentuk anak yang tidak patuh, atau bahkan
membangkah perintah. Jadi, bijaksanalah dalam memberikan perintah
d.
Guru hendaklah konsekuen terhadap apa yang telah
diperintahkannya. Suatu perintah yang harus ditaati oleh anak didik, berlaku
pula bagi anak yang lain.
- Larangan
Dalam memberikan perintah sering kali dibarengi dengan
larangan. larangan ini dimaksudkan untuk melakukan pencegahan atas pebuatan
yang biasa membahayakan diri anak didik dan juga orang lain sebagai akibat dari
perbuatan anak.
Biasanya sebelum guru melaksanakan larangan, ada
beberapa syarat yang harus diperhatikan sebagai berikut:
a.
Sama halnya dengan perintah, larangan harus diberikan
dengan singkat, agar dimengerti maksud larangan itu
b.
Jika mungkin, larangan bisa disertai dengan penjelasan
singkat.
c.
Jangan terlalu sering melarang karena akibatnya tidak
baik bagi perkembangan anak
- Hukuman
Pada dasarnya, hukuman adalah tindakan yang dijatuhkan
kepada anak didik yang melanggar, dilakukan secara sadar dan sengaja, dengan
harapan agar anak tersebut menyadari kesalahannya dan berjanji tidak akan
mengulanginya lagi.
Ada beberapa teori dalam
menerapkan/memberikan hukuman yaitu:
1.
Teori hukum alam
Membiarkan anak dihukum secara alami akibat perbuatannya sendiri.
2.
Teori ganti rugi
Hukuman yang diberikan dengan cara meminta agar anak bertanggug jawab
atau menanggung resiko dari perbuatannya.
3.
Teori menakut-nakuti
Hukuman dimaksudkan untuk menakut nakuti anak agar agar anak tidak
melakukan pelanggaran
4.
Teori balas dendam
Hukuman dilakukan karena balas dendam
5.
Teori memperbaiki
Hukuman dilakukan dengan maksud menyadarkan anak agar tidak mengulangi
lagi perbuatannmya.[8]
Dari beberapa teori di atas, hanya teori memperbaiki
yang dapat dilakukan dalam dunia pendidikan. itupun tidak boleh dilakukan
secara sewenang-wenang, ada syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi dalam
memberikan hukuman, yaitu:
1.
Pemberian hukuman harus tetap dalam jalinan cinta kasih
sayang
2.
Pemberian hukuman harus didasarkan pada alasan
“keharusan”
3.
Pemberian hukuman harus menimbulkan kesan pada hati
anak
4.
Pemberian hukuman harus diikuti dengan pengampunan dan
disertai dengan harapan serta kepercayaan.[9]
- Ganjaran
Ganjaran membuat anak tenang dan termotivasi, karena itu,
alangkah arifnya apabila semaksimal mungkin menghindari hukuman dan lebih
banyak memberikan ganjaran dalam
menghadapi persoalan-persoalan anak. sebab, untuk membuat anak sadar
dari kekeliruan, tidak dilakukan dengan cara menghukum, melalui ganjaranpun
anak bisa sadar, yakni melalui pendekatan dan kasih sayang dan pujian.
Ada
banyak cara yang dapat dilakukan guru dalam memberikan ganjaran kepada anak,
yaitu:
a.
Pujian
Bisa berupa kata-kata yang bersifat sugestif. Misalnya: baik, bagus, baik
sekali atau berupa isyarat-isyarat (seperti: menepuk bahu anak, tepuk tangan).[10]
b.
Penghormatan
Bisa berupa penobatan. Misalnya: dinobatkan sebagai
juara kelas atau pemberian kekuasaan untuk melakukan sessuatu. (seperti: anak
yang berhasil menjawab soal sulit, disuruh mengerjakan di papan tulis agar di
contoh oleh temannya).
c.
Hadiah
Maksudnya memberikan ganjaran berupa hadiah barang.
Misalnya: anak yang bisa menjawab pertanyaan sulit, diberi hadiah buku.
d.
Tanda penghargaan
Penghargaan dapat diberikan kepada perorangan dan kepada rombongan:
keluarga, regu, kelas dan sebagainya. Misalnya: anak yang berprestasi diberi
sertifikat, bertamasya, berceriata.[11]
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih
alat bantu di dalam strategi pengembangan alat pendidikan islam:
1.
Obyektitas
Subjektivitas guru di dalam memilih media pengajaran
harus dihindari. Artinya, guru tidak boleh memilih suatu media pengajaran atas
dasar kesenangan pribadi. Tetapi harus
meminta pandangan atau saran dari teman sejawat atau melibatkan siswa.
2.
Program Pengajaran
Program pengajaran yang akan disampaikan kepada anak
didik harus sesuai dengan kurikulum yang berlaku, baik isinya, strukturnya,
maupun kedalamanya. Tetapi apabila hanya untuk mengisi waktu senggang agar anak
didik semangat dan senang dalam pelajaran walaupun tidak sesuai dengan program
pelajaran, tidak dijadikan suatu permasalahan asalkan banyak manfaatnya bagi
anak didik.
3.
Sasaran Program
Sasaran program yang dimaksud adalah anak didik akan
menerima informasi pengajaran melalui media pengajaran. Sesuai dengan tingkat
usianya dan daya kemampuan berfikirnya, daya imajinasinya, kebutuhanya, maupun
daya tahan dalam belajarnya sehingga sasaran program tersebut sesuai dengan
keinginan anak didik dalam pengunaanya
4.
Situasi dan Kondisi
Situasi dan kondisi juga perlu mendapat perhatian di
dalam menentukan pilihan media pengajaran yang akan digunakan. Situasi yang
dimaksud meliputi
a.
Keadaan sekolah atau tempat maupun ruangan yang akan
dipergunakanya: seperti ukuran dan perlengkapanya.
b.
Situasi serta keadaan anak didik yang akan mengikuti
pelajaran mengenai jumlahnya dan kegairahanya: Misalanya: Praktik olahraga
5.
Kualitas Teknik
Dari segi tehnik, media pengajaran yang akan digunakan
perlu diperhatikan, apakah sudah memenuhi syarat. Barang kali ada audionya atau
gambar-gambar yang kurang jelas atau kurang lengkap, sehingga perlu
penyempurnaan sebelum digunakan agar tidak menganggu dalam proses pembelajaran.
6.
Keefektifan dan Efesiensi Penggunaan.
Keefektifan berkenaan dengan hasil yang dicapai,
sedangkan efisiensi berkenaan dengan proses pencapaian hasil tersebut.
Keefektifan dalam penggunaan media meliputi apakah dengan menggunakan media
tersebut informasi pengajaran dapat diserap dengan optimal oleh anak didik
sehingga menimbulkan perubahan tingkah lakunya. Sedangkan efisiensi meliputi
apakah dengan menggunakan media tersebut, waktu, tenaga dan biaya dikeluarkan
untuk mencapai tujuan tersebut sedidkit mungkin ada media yang dipandang sangat
efektif untuk mencapai suatu tujuan, namun proses pencapaian tidak efisien,
baik dalam pengadaanya maupun dalam penggunaanya. demikian pula sebaliknya ada
media yang efisien dalam penggunaan dan pengadaanya, namun tidak efektif dalam
pencapaian hasilnya. memang sangat sulit untuk mempertahankan keduanya (efektif
dan efisien) secara bersamaan, tetapi dalam memilih media (alat bantu)
pengajaran guru sedapat mungkin memenuhi keefektifan dan keefisiensian
penggunaanya.[12]
H. Metode
Penelitian
1.
Pendekatan dan Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan
kualitatif. Menurut Bagdan dan Taylor
penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang digunakan dan
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dan lisan dari perilaku
orang-orang yang diamati.[13]
Atau penelitian menggunakan data-data yang tidak bisa diukur dengan angka
secara pasti.[14] Dalam
penelitian kualitatif digunakan rancangan penelitian deskriptif, yaitu peneliti
berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada pada sekarang berdasarkan
data-data.
Sedangkan jenis penelitian dalam kegiatan ini adalah penelitian
lapangan ( Field Research ), hal ini dapat juga dianggap sebagai
pendekatan luas dalam penelitian kualitatif atau sebagai metode untuk
mengumpulkan data kualitatif. Ide pentingnya adalah bahwa peneliti berangkat
kelapangan untuk mengadakan pengamatan tentang sesuatu fenomena dalam suatu
keadaan alamiah. Dalam hal ini maka pendekatan ini berkaitan dengan
pengamatan-berperan serta.[15]
2.
Kehadiran Peneliti.
Kehadiran peneliti dalam kegiatan menjadi suatu hal
wajib yang dijalankan dalam sebuah penelitian untuk mendapatkan data dari informen
dan responden, namun peneliti sebagai pencari informasi bersifat pasif dalam
artian peneliti hanya akan mengamati secara langsung yang statusnya diketahui
oleh rersponden, kehadiran peneliti secara langsung bertujuan untuk memperoleh
data dan juga menjalin keakraban antara responden dengan peneliti untuk
mendapatkan kemudahan dalam memperoleh data itu.
3.
Lokasi Penelitian.
Dalam penelitian ini, peneliti menentukan lokasi di MAN Pamekasan
4.
Sumber Data.
Menurut lofland, sumber data utamanya dalam penelitian
kualitatif adalah kata-kata atau tindakan, selebihnya adalah data tambahan
seperti dokumen dan lain.[16]
Dalam penelitian ini yang dijadikan sumber data adalah
manusia dan non manusia, sumber data manusia dalah:
a.
Kepala Sekolah merupakan pemimpin pendidikan di sekolah
dalam mengambil kebijakan dalam tugas-tugas adminitrasi
b.
Koordinator Pendidikan Agama Islam yang memberikan
fasilitas kepada guru dan siswa
c.
Guru sebagai fasilitator dan motivator pembelajaran
siswa
d.
Siswa yang menjadi tolak ukur dalam proses belajar
mengajar
Sedangkan data non manusia berupa dokumen yang
merekam semua hal yang bersangkutan dalam kegiatan.
Dengan demikian yang menjadi subyek utama dalam
penelitian ini adalah kepala sekolah,
Koordinator Pendidikan Agama Islam (PAI), guru dan siswa
Dalam penelitian ini jenis data yang dikumpulkan
adalah berupa petanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh informan yang sesuai
dengan seperangkat pertanyaan yang diberikan oleh peneliti berpedoman pada
fokus penelitian.
5.
Prosedur Pengumpulan Data.
Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
wawancara, observasi dan dokumentasi. Pengamatan yang digunakan peneliti untuk
melihat fenomena yang ada di lapangan
Jenis wawancara ada dua yaitu wawancara tersruktur dan
tidak struktur. Wawancara tidak terstruktur adalah pedoman wawancara yang hanya
memuat garis besar yang akan ditanyakan, wawancara disini dituntut untuk lebih
berkreatifitas agar dapat memperoleh hasil wawancara yang bagus, pewancara sebagai
pengemudi jawaban responden
Sedangkan wawancara terstruktur adalah pedoaman
wawancara yang disusun secara terperinci sehingga menyerupai che-list
(tanda-daftar) pewancara tinggal membutuhkan tanda pada nomor yang sesuai.[17]
Observasi menurut purwanto adalah metode atau cara
menganmalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis emngenai tingkah laku
dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok.[18]
6.
Analisis Data.
Analisis data merupakan upaya mencari dan mendata
secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan lainya untuk
meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikanya
sebagai temuan bagi orang lain.[19]
Adapun langkah-langkah yang ditempuh
adalah:
1.
Cheking/Pengecekan.
Data yang berasal dari transkip wawancara, observasi
dan dokumentasi di cek atau diperiksa kembali, tujuanya untuk mengetahui
tingkat kelengkapan data atau informasi yang diperlukan.
2.
Organizing.
Setelah mengadakan pengecekan data, maka selanjutnya
adalah pengelompokan data. Hal ini dilakukan dengan cara memilah-milah atau
mengklarifikasikan data sesuai dengan arah fokus penelitian.
3.
Trigulasi
Trigulasi adalah tekhnik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data ini untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data itu.
7.
Pengecekan Keabsahan Data.
Dalam hal ini peneliti melakukan pengecekan keabsahan
temuan data dilakukan dengan cara cermat dan hati-hati agar penelitian ini
tidak sia-sia dan bukan hanya menjadi seremonial belaka, sehingga kegunaan dan manfaat
penelitian ini benar-benar dirasakan.
Pelaksanaan tekhnik penelitian data didasarkan atas
sejumlah kriteria-kriteria tertentu, kriteria tersebut adalah :
1.
Kredibilitas (Kepercayaan).
2.
Transferabilitas (Keteralihan).
3.
Dependabilitas (Keberagaman).
4.
Konfirmabilitas (Kepastian).
Berangkat dari hal tersebut, untuk memastikan data
telah memenuhi empat kriteria diatas, maka pemeriksaan data yang diperlukan
peneliti untuk mengukur keabsahan temuan adalah dengan langkah sebagai berikut:
1.
Perpanjangan Keikutsertaan
Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam
pengumpulan data. Keikut sertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu
yang singkat. Tetapi memerlukan perpanjangan keikut sertaan peneliti karena
dengan begitu peneliti dapat mengkaji ketidak benaran informasi dan membangun
kepercayaan subyek
2.
Observasi yang Diperdalam
Observasi ini dilakukan untuk meningkatkan intensitas
ketekunan dalam melakukan pengamatan agar peneliti memperoleh data yang akurat
sesuai dengan masalah yang diteliti.
3.
Triangulasi
Yang dimaksud dengan triangulasi disini adalah tekhnik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu
untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu,
triangulasi yang dipakai adalah dengan sumber, treori atau metode yang berarti
membandingkan atau mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh, dalam kontek penelitian ini sumber data terutama wawancara tidak
mencukupkan satu orang saja, tetapi dengan beberapa orang yang diambil secara
purposif agar data yang diperoleh benar-benar sesuai dengan realitas yang ada.
4.
Diskusi
Yang dimaksud diskusi disini adalah mendiskusikan data
hasil temuan dengan dosen pembimbing. Hal ini penting mengingat pengaruh
internal dan ekstrenal biasanya dikhawatirkan membuat peneliti kehilangan
objektifitas dalam pengecekan data.
8.
Tahap-tahap Penelitian.
Tahap-tahap penelitian yang ditempuh oleh peneliti
adalah dengan mengkategorikan dalan tiga hal :
1.
Tahap Pra Lapangan
Tahap ini meliputi rancangan penelitian memilih dan
memanfaatkan informan, mengurus perizinan, memilih lapangan penelitian,
menyiapkan perlengkapan atau instrumen, dan mengantisipasi persoalan etika
penelitian.
2.
Tahap Pekerjaan Lapangan
Meliputi: Memahami latar belakang penelitian,
mempersiapkan diri dan berperan serta sambil mengumpulkan data.
3.
Tahap Analisis Data.
Meliputi: Tahapan mengecek data yang diperoleh
kemudian mengorganizing data sekaligus menyajiakan data.
RIWAYAT
HIDUP
Syamsul Arifin dilahirkan di
Dusum Oberran RT 01/RW 06 Desa Murtajih Kecamatan Pademauwu Kabupaten
Pamekasan. Lahir pada Tanggal 26 April 1989 anak ke 1 dari 2 bersaudara, putra
dari bapak M. Sajjadi dan Ibu Hamsiya .
Pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi di tempuh di sejumlah tempat
yang berbeda. Sekolah dasar lulus pada tahun 2001 di SDN Murtajih II, SLTP tahun 2004 di MTs. Negeri Pademawu, SMA
tahun 2006 di Madrasah Aliyah Negeri Jungcangcang Pamekasan I, sedangkan
perguruan tinggi ditempuh di STAIN
Pamekasan sejak tahun 2007, pada jurusan Tarbiyah, Program Studi Pendidikan
Agama Islam. (085 334 820 495)
[1] M.
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1994), hlm. 164
[2]
Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabya: Usaha
Nasional, 1973), hlm. 137
[3]
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992),
hlm. 80
[4] D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan
Islam,(Bandung : Al-Ma’arif, 1987), hlm. 52
[5] Madyo Ekosusilo, Dasar-dasar Pendidikan, (Semarang
: Afthar Publishing, 1985), hlm. 43
[6] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia,
2005), hlm. 123
[7] Soejono,
Pendahuluan Ilmu Pendidikan Umum, (Bandung: Ilmu, 1980), hlm. 157
[8] Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu
Pendidikan, (Surabya: Usaha Nasional, 1973), hlm.148-151
[9]
Moh. Kosim, Buku Ajar Pengantar Ilmu Pendidikan, (Pamekasan: STAIN
Press, 2006), hlm. 65
[10] Amir Daien Indrakusuma, Pengantar
Ilmu Pendidikan, (Surabya: Usaha Nasional, 1973), hlm. 159-161
[11]
Soejono, Pendahuluan Ilmu Pendidikan Umum, (Bandung: Ilmu, 1980), hlm.
162
[12]
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik. (Jakarta : Rineka Cipta, 2005), hlm. 215-217
[13]
Lexy Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda
Karya, 1988), hlm. 3
[14]
Syargawi Dhafir, Pengantar Metodologi Reset, (Prenduen: Al-Amien
Printing, 1997), hlm. 41
[15]
Lexy J. Moeleong, Penelitian Kualitatif, hlm. 26
[16] Ibid.
hlm. 7
[17]
Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, hlm., 186
[18]
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, cet: 12 (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hlm. 202
[19]
Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jogjakarta
: Reka Serasin, 2000), hlm. 142
Tidak ada komentar:
Posting Komentar